Selasa, 10 September 2019

Puisi-Puisi Kurnia Effendi

Kompas, 8 Sep 2018

Di Bawah Bayang-bayang Jokpin

Aku dan bayang-bayang berjanji
Untuk tidak saling membayangi

Pada malam pekat aku berlari cepat
Menyeberangi mimpi ke tepi pagi
Bernaung bayang-bayang gedung
Kunanti matahari melewati jalusi

Aku dan bayang-bayang akan bersulang
Mencari waktu untuk saling menghilang

Saat matahari mencapai titik kulminasi
Aku menari-nari tanpa mengangkat kaki
Bayanganku kecewa ditipu arah cahaya
Kusembunyikan di bawah telapak kaki

Bayang-bayang pun menghampiri petang
Sejak itu aku tak lagi bisa dipandang orang

Jakarta, 2018



Testamen Afrizal, Secangkir yang Lalu

Pagi meledak sebelum pukul dua. Pagi yang kutunggu sejak halaman pertama. Sebuah lagu lama terlunta. Kusebut nama ibu dengan bibir membeku. Jauh aku dibawa kelu, radio yang menyiarkan almarhum biduan tanpa lagu baru.

Kuraba Rabu, secangkir yang lalu. Kegelisahan kusimpan dalam cermin waktu, tumbuh seperti kuping terwelu. Bau kopi melucuti pagi yang melangkah telanjang dengan bom sebelum pukul dua. Tidak ada yang bunuh diri seperti yang sering kualami.

Kutulis Kamis sebagai testamen. Ibu adalah pewaris tunggal kecemasanku. Risau yang memilih hari libur tanpa matahari. Di sebuah toserba kucari makanan kaleng dan banyak minuman. Hari-hari akan menyenangkan sebelum menemukan kematian.

Di kamar dingin penuh debu, secangkir yang lalu. Aku menjadi piatu dalam berita koran maya. Kuingat seseorang membakar testamen. Kuterbitkan pesan sebelum pagi lantak. Kesempatan kutunggu di laci Ibu. Rumah batu yang ditemani tumpukan abu. Di luar rencana, aku sudah jadi piatu. Sekali lagi sebuah lagu lama dari almarhum biduan, giat menumbuhkan pagi baru.

Jakarta, 2018



Kehilangan Mantra Sutardji

Mantra yang mengucap dirinya, di luar
lidah dan geligimu:

Tak ada lagi batas antara tanah dan
air, kata dan syair, pisau dan luka, jerit
dan darah, cakar dan kucing, cinta dan
berahi, pemuda dan telur, amuk dan kapak!

Blues yang terlepas dari harmonika,
mencari-cari improvisasi.

Gairah tauhid mengalirkan listrik pada
tubuhmu. Alifbata membubung melampaui
sumber hujan. Alifbata menggali kubur
hingga ke titik hancur. Alifbata memasang
perangkap di gua-gua keramat. Dari aorta:
darah dan doa terus menyembur.

O, mantra merapal dirinya, menghapus
seluruh permohonan. Mengeja dari kanan ke kiri.
Dan satu demi satu huruf gugur

Jakarta, 2018



Makan Malam Bersama GM

Pada pokok malam, hanya pokok malam
Menu diantar sepasang peri
Di tilam oval tampak daging memar
Ditabur irisan seledri

Denting pisau dan garpu kami, serupa
bunyi pedang pada sebuah laga anggar
Waktu – sesuai konvensi – perlahan melebar
Di celah itu: alunan piano menawarkan komposisi

Di sini, hanya terjadi di sini
Kastanya tampak menyala, meminjam
kilau tembaga. Wajah yang memerah
bagai menyimpan hangat sekam
Asmara yang senantiasa tertunda

Mari menghitung sisa hari
Sebelum perang saudara terjadi
Hati sudah hangus di sana-sini, tak mempan
dibasuh anggur dari botol gelap ini

Jakarta, 2018



Agama Marhalim dalam Kitab Zaini

Percayakan saja peristiwa pada waktu.
Biarkan iman yang mengatur tingkah laku.
Burung berciap saat kelelawar pulang ke dahan.
Tubuh malam bersujud, ketika
raga siang menjadi petualang

Beri kesempatan sesajian melakukan
upacara: mengembuskan aroma cinta,
memanjakan lidah dan langit-langit,
merayakan keluasan lambung, dan
mengakhiri perjalanan dari lubang anus.
Tiga kali sehari, tak hanya kopi
dan gulai rempah wangi.

Membiarkan rantai kehidupan melingkar
tak henti-henti, adalah kewajiban.
Dia kumangsa, lalu kau memangsaku,
sebelum dikerkah sang maha-pemangsa.
Ritual harus kita lalui dengan takzim.

Dosa adalah memuja kecantikan tanpa
menjamahnya. Dosa adalah menghimpun
puisi tanpa membacakannya. Dosa adalah
menampung tragedi untuk diri sendiri.
Dosa adalah membiarkan separuh khuldi
membusuk di altar sunyi.

Beri anak-anakmu nama dengan
bahasa yang kaupahami. Seperti aku
memanggil anak-anakku dengan
diksi dan nubuat yang aku ciptakan.

Jakarta, 2018



Kepada Indriyana, Pemilik Hasta

Di piring sarapan pagi, ada aroma
telur yang ditumis dengan setengah api.
Sebetulnya, yang memberi manis kopi
adalah senyum sisa mimpi.

Apakah tanganmu yang mengolah
puisi dalam kuali ini?
Majas itu kemangi, ketumbar, dan
pecahan kemiri.

Malam ini mungkin tersaji jajanan
terang bulan. Kisah pisang dan daun
pandan. Sambil memperpanjang dolanan,
serabi dituangi gurih santan.

Tak usah begadang, ujar lentera
di jantung malam. Biarkan usus dan
pankreas istirah. Air bening mencuci
mulut dan kening, sebelum tidur hening.

Jakarta, 2018



Tegar nan Aluih

Seorang ayah mampu berpura-pura jadi gunung karang.
Membisu di tengah gosip ombak yang rambutnya
menampar-nampar seperti ujung cemeti.

Namun ia selalu kalah oleh kabar:
Dendang yang jauh dari tetabuhan berbaring
dalam demam. Panas meninggi melampaui
buih ampas pagi.

Jarak ditisik menjadi doa yang didaras siang dan malam.
Gugus hutan Bukit Barisan lepuh oleh alunan saluang.
Mantra yang melata mencari tikar di rumah gadang.
Sebelum tegak mendaki dengan kepak sayap burung balam.

Seorang ayah rela menghimpun dongeng pada
ceruk tangan yang gemetar. Sejauh ia mengembara,
jiwanya terikat pada manis sari buah yang ditanamnya.
“Aku akan pulang setiap engkau memanggilku, Nak.”

Sebab ia selalu galau oleh desau:
Lirih tajali dan ayat yang lolos dari surau.
Menghampiri kening gunung yang risau.

Jakarta, 2018



Mata Air Wisatsana

Sampailah kita di gerbang candi, sebelum waktu mati
Pada halaman batu merah kusam darah ini:
Setanggi di lingkar piring, sesaji telah mengering
Doa kita diraih tangan dewata dari celah awan
Bacalah puisi di sini dengan permainan bunyi, sepanjang pagi
Suaramu akan tergenang bagai sebuah upacara kuningan

Kepada siapa aku bertanya ketika jawaban tak tersedia?

Lupakan amsal yang tersisa di museum, ketika kepala
sebuah arca terpenggal dan tak mau lagi bercerita
Lupakan seluruh muasal, karena darinya kita hanya
mampu menyesal. Bukankah hidup selalu mendua?
Di kiri dan kanan terdapat ribuan pilihan
Kegelapan yang memiliki jalan atau terang
yang senantiasa menipu langkahmu

Membiarkan air membuncah tanpa ingin menadah,
semata dosa. Sebab kenangan tak mungkin ditulis ulang

Wahai sahaja yang mengendap pada dasar cangkir kopi
semalam, melahirkan banyak tera dan bayang
Di dinding-dinding perjalanan, di jejak-jejak pengembaraan
Seturut usia mencapai ambang petang, sebagaimana yang
dituturkan berkali kepada penghuni surga

Mengapa harus mencari ritus bila ingin jadi manusia kudus?
Relakan nujuman masa lalu menunaikan pesan
: Air terus mengalir dari mata yang tak lelah memecah rahasia

Bandung, 2018

Kurnia Effendi telah menerbitkan 22 buku, empat di antaranya kumpulan puisi: Kartunama Putih (1997), Mendaras Cahaya (2012), Senarai Persinggahan (2016), Hujan Kopi dan Ciuman (2017).
https://puisikompas.wordpress.com/2018/09/08/puisi-kurnia-effendi/

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae