Minggu, 21 Juli 2013

Puisi-Puisi Taufiq Ismail

oase.kompas.com
INDONESIA KERANJANG SAMPAH NIKOTIN

Indonesia adalah sorga luarbiasa ramah bagi perokok. Kalau klarifikasi sorga ditentukan oleh jumlah langit yang melapisinya. Maka negeri kita bagi maskapai rokok, sorga langit ketujuh klasifikasinya.

Indonesia adalah keranjang besar yang menampung semua sampah nikotin. Keranjang sampah nikotin luar biasa besarnya. Dari pinggir barat ke pinggir timur, jarak yang mesti ditempuh melintasi 3 zona waktu yaitu 8 jam naik pesawat jet, 10 hari kalau naik kapal laut, satu tahun kalau naik kuda Sumba, atau 5 tahun kalau saban hari naik kuda kepang Ponorogo.

Keranjang sampah ini luar biasa besarnya. Bukan saja sampah nikotin, tapi juga dibuangkan ke dalamnya berjenis cairan, serbuk, berbagai aroma dan warna, alkohol, heroin, kokain, sabu-sabu, ekstasi, dan marijuana, berbagai racun dan residu, erotisme dan vcd biru. Sebut saja semua variasi klasifikasi limbah dunia mulut Indonesia menganga menerimanya.

Semua itu, karena gerbang di halaman rumah kita terbuka luas, kita tergoda oleh materialisme dan disuap kapitalisme fikiran sehat kita kaku dan tangan kanan kiri terbelenggu dengan ramah dan sopan kiriman sampah itu diterima.

Di pintu depan bandara, karena urgennya modal mancanegara, karena tak tahan nikmatnya komisi dan upeti, dengan membungkuk-bungkuk kita berkata begini,

“Silahkan masuk semua, silakan. Monggo, monggo mlebet, dipun, sakecakaken. Sog asup sadayana, asup, asup. Ha lai ka talok, bahe banalah angku, bahe banalah.”

Keranjang sampah ini luar biasa kapasitasnya. Pedagang-pedagang nikotin yang dinegeri asalnya babak belur digebuki. Di pengadilan bermilyar dolar dendanya. Ketahuan penipunya dan telah memenuhi jutaan penghisapnya. Diusir terbirit-birit akhirnya berlarian ke dunia ketiga. Dan dengan rasa rendah diri luar biasa kita sambut mereka bersama-sama.

” Monggo, monggo den, linggih rumiyin. Ngersakaken menopo den bagus. Mpun, ngendiko mawon. Aih aih si aden, kasep pisan. Tos lami, sumping, di dieu, Indonesia? Alaa, ranca bana oto angku ko. Sabana rancak. Bao caronyo kami, supayo … ”

Demikian dengan rasa hormat yang lumayan berlebihan. Para pedagang nikotin dari negeri jauh di tepi langit sana. Penyebar penyakit rokok dan pencabut nyawa anak bangsanya. Terlibat pengadilan dan tertimbun bukti. Di negeri sendiri telah diusiri dan dimaki-maki. Ke dunia ketiga mereka melarikan diri. Pabrik-pabrik mereka ditutup di negeri sendiri. Lalu didirikan di Dunia Ketiga, termasuk negeri kita ini. Di depan hidung kita penyakit dipindah kesini. Dan untuk mereka kita hamparkan merahnya permadani. Lalu bangsa kita ditipu dengan gemerlapannya advertensi. Inilah nasib bangsa yang miskin dan pemerintah yang lemah. Semua bertumpu pada pemasukan uang sebagai orientasi.

2000 , 2002


PEROKOK ADALAH SERDADU BERANI MATI

Para perokok adalah pejuang gagah berani. Berada di dekat kawan-kawan saya perokok ini. Saya serasa berdampingan dengan rombongan serdadu berani mati. Veteran dua Perang Dunia, Perang Vietnam, Perang Revolusi Dan Perang Melawan Diri Sendiri.

Perhatikanlah upacara mereka menyala belerang berapi. Dengan khimadnya batang tembakau dihunus dan ditaruh antara dua jari. Dengan hormatnya Tuhan Sembilan Senti. Disisipkan antara dua bibir, digeser agak ke tepi. Sementara itu sudah siap An Naar, nyala api sebagai sesaji.

Hirupan pertama dilaksanakan penuh kasih sayang dan hati-hati. Kemudian dihembuskan asapnya, ke kanan atau ke kiri. Mata pun terpicing-picing tampak nikmat sekali. Berlindung pada adiksi dari tekanan hidup sehari-hari. Lena kerja, lupa politik, mana ingat anak dan isteri.

Para perokok adalah serdadu-serdadu gagah berani. Untuk kenikmatan 5 menit mereka tidak peduli 25 macam penyakit yang dengan gembira menanti-menanti. Saat untuk menerkam dari setiap penjuru dan sisi.

Paru-paru obstruksi kronik bronkhitis kronik dan emfisema. Gangguan jantung pembulu darah arteriosklerosis hipertensi dan gangguan pembulu darah otak. kanker rongga mulut, nasopharynx, oropharynx, hypopharynx dan rongga hidung. Lalu sinus paranasal, larynx, esophagus dan lambung. Radang pankreas, hati, ginjal, ureter dan kandung kemih. Radang cervix uteri dan sumsum tulang, infertilitas dan impotensi. Daftar ini belum disusun secara alfabetis, dan sebenarnya (ini rahasia profesi medis) penyakit yang 25 ini cuma nama samaran julukan pura-pura saja.

Nama aslinya penyakit rokok.

Rokok, abang kandung narkoba ini tak tertandingi dalam soal adiksi. 4000 macam racun didapatkan sepanjang sembilan senti. Untuk orgamus nikotin 5 menit itu serdadu tembakau ini mana peduli terhadap hari depan anak-anak yang masih memerlukan pencarian rezeki. Terhadap bagaimana terlantarnya kelak janda yang dulu namanya isteri. Atau nasib duda yang dulu namanya suami. Terhadap pengotoran udara depan belakang, kanan dan kiri. Dalam memuaskan ego, dengan sengaja mendestruksi diri pribadi.

Betapa beratnya memenangkan Perang Melawan Diri Sendiri.

2005
______________________________
Wikipedia menyebutkan: Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah, (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur 78 tahun), ialah seorang penyair dan sastrawan Indonesia. Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat.[1] Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.

Kegiatan: Semasa kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).

Di Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan DKJ dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa ke 15 negara dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.

Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan ’66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.

Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.

Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, RRC, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.

Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.)

Penghargaan: Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).

Bibliografi: Ismael, Taufiq (1995). Prahara Budaya:kilas-balik ofensif Lekra/PKI dkk.:kumpulan dokumen pergolakan sejarah (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan dan H.U. Republika. hlm. 469. ISBN 979-433-064-7.
Taufiq Ismail. Vernite Mne Indoneziyu (Kembalikan Indonesia Padaku). Puisi Pilihan. Diselenggarakan dan diterjemahkan oleh Victor Pogadaev. Moskow: Klyuch-C, 2010, ISBN 978-5-93136-119-2

Catatan kaki: Harian Singgalang, Ketika Sastrawan Jadi Datuk, 30 Maret 2009
Sumber: Ismail,Taufiq. 2004. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Jakarta: Yayasan Indonesia.

Dijumput dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Taufiq_Ismail

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae