Rabu, 23 Mei 2012

Puisi-Puisi Chavchay Saifullah

http://www.jurnas.com/
jakarta, aku pulang!

jakarta, aku pulang!
sore ini aku kembali dalam pelukmu
mari kita minum kopi hitam sambil mencicipi singkong rebus
tenang saja, aku tak kaget dengar kabar banjir kiriman
aku ini kelahiran jakarta
sudah lama kudengar soal-soal seperti itubanjir kiriman adalah soal sepele
ciliwung marah, jati luhur ngambek, cisadane pundung
itu semua soal sepele
persis seperti kabar jebolnya bendungan katulampa di bogor
atau mampatnya jutaan sampah di manggarai

jakarta, aku pulang!
sejak menjelma sarang tawon
memerankan pasar yang gemerlap
kau terus dihujani nafsu dan amarah
hujan korupsi, peluru, darah, dan tangis menyatu
menghantam sekujur tubuhmu
doa-doa tak kuat lagi jadi tiang
kau dijadikan daratan penimbun barang

jakarta, aku pulang!
sore ini aku kembali dalam tangismu
sudah sekian tahun kulihat airmatamu
orang-orang terlalu karut marut
jerit bayi-bayi tak lagi menembus sunyi

jakarta, aku pulang!
aku ingin menggambar belati di antara
kopi hitam dan singkong rebus
namun apa daya
belati itu masih saja bersarang di jantung bayi-bayimu


lagu bulungan
-- kpj

orang-orang di bulungan memetik gitar
awan hitam merambat
langkah kaki menjulang

orang-orang di bulungan menyanyi
perlawanan pun dimulai
orang-orang di bulungan tertawa
dahaga hilang dalam rasa

di bulungan ini,
aku melihat awan hitam merambat
namun orang-orang di sini masih setia
pergi menengok luka matahari


negeri kelakar

baru saja bersalaman
orang-orang di negeriku bisa saling lupa
mata pisau nyalang tatap sangkar paru-paru
anak panah loncat sergap detak jantung
belum lagi tajam tombak dan panas peluru yang tiada henti
menusuk hati, merobek dada zaman

baru saja bersalaman
orang-orang di negeriku bisa saling tikam
catatan dan mulut janji terbakar di lubuk dendam
bau darah yang sama, yang anyir di masa lalu, menjelma bara

di negeri ini,
kata-kata saling menipu
kehidupan berputar di tengah kalang munkar
di jalanan selalu muncul karton-karton berbisa
benda-benda mati disulut api
aku takut, tapi aku tak bisa menutup mata

negeri kelakar, musnahlah wajahmu!
hadirkanlah indonesia indah detik ini juga!



dian musim kelana

o, dua renjana membumbung
sepasang kekasih memeluk hujan di balik cinta berdentang
langit masih mendung
namun tidak begitu gelap
kerinduan hangat yang lama dijaga
lidah waktu menjulur ke batas-batas tangis
yang perempuan terbang seperti merpati
yang lelaki berkelahi seperti ayam jantan
dian malam itu hampir padam
namun masih juga terjaga

sepasang kekasih jadi unggas malam yang bingung
yang betina terkulai di atas kasur
yang jantan mencari ramuan orang desa
keduanya menatap kelam
suara-suara resah tak bertuan terbentur dinding
terkoyak tetesan peluh yang netes dari bibir tak lagi merah
sepasang kekasih bertaruh nama di pojok kamar
keduanya tak lagi menyebut dosa

dian musim kelana
di akhir rindu dan tangis sepi
sepasang merpati terbang pulang ke sarang masing-masing
keduanya lama ditunggu waktu
yang betina berjalan gontai kehabisan darah
yang jantan berjalan cepat menghapus dosa
namun angin sore yang ribut
tetap mencatat kisah sepasang merpati
pada tugu kelana yang resah
di suatu akhir tahun yang lapar



tabik penyair

aku ingin bertanya kepada penyair:
masih adakah yang baki dalam sebuah takdir?
sendalu malam kian bertaring
curah hujan betapa suka mematah tangkai bunga
menyeret puntung-puntung rokok
bahkan rumah-rumah kayu di mataku

aku ingin bertanya kepada penyair:
bilakah awal tari telanjang musim trompet
mencampak jerit gulana orang-orang sisa?
masihkah takdir serupa sendalu
menyisir sunyi dari gema perigi?

remuklah tanyaku
muncratlah raguku
rasaku gelap
gelapku senyap
jalan-jalan semakin berliku:
mungkinkah semua ini berarti awal redam
awal perjalanan di mana segala cita harus jatuh ke bumi

dingin sudah terlalu dingin
malam sudah terlalu malam
keadaan menjadi lembab
kebisuan menjadi raja
maka biarlah kubakar kata-kata ini
biar sekalian ada yang menyala
biar sekalian ada yang membara
sebab dalam malam dingin yang kaku
aku suka menjadi saksi
aku suka menulis syair
namun beginilah jadinya:
aku seperti mati di mulut harimau!

Chavchay Syaifullah lahir di Jakarta, 01 Oktober 1977. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Menulis puisi, cerpen, novel, esai, naskah teater, dan lagu. Buku-bukunya antara lain: Multatuli Tak Pernah Mati (Kumpulan Puisi), Payudara (Novel), Sendalu (Novel), Aotar (Novel), Perlawanan Binatang Jalang (Esai). Bersama kelompok musik REMPAH ia merilis album pertama Tetap Ada Jalan (2004).

1 komentar:

Thejaya mengatakan...

content puisinya indah-indah!!!

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae