Rabu, 04 November 2020

Puisi-Puisi Muhammad Yasir

Mereka di Rumah Orang Lain
 
Sekarang bukan waktu untuk aku mengutuk diri sendiri;
Penderitaanku, tangis anakku, hampir perpisahanku, dan hari-hariku yang kejam.
 
Aku bukan seorang yang terhebat di tanah kelahiranku,
Selain hanya beberapa pujian yang menjijikan dari komentar orang-orang aneh.
 
Tapi aku menulis puisi ini untuk mereka dan tentang mereka:
Mereka di rumah orang lain dan orang lain lainnya, juga ke rumah musuh mereka.
 
Ketika hujan turun di musim kemarau dan orang-orang sibuk menggali makam,
Aku melihat mereka membentuk jadi batu-batu yang dilempar ke jendela kantor koran.
 
Dan aku harus memutar kenyataan itu dan mendukung kepentingan iblis,
Dan aku harus membunuh kesedihanku saat mereka mengungsi ke rumah orang lain.
 
Malaikat kesiangan, cinta, kasih sayang, anjing, babi, arak, baram, jam dinding, koran, kuda besi,
Perahu kayu, pelampung plastik, dan bahasa penguasa merusak perasaanku!
 
Kuala Pembuang, 2020.
 
 
 
Sebuah Paralelisme
 
Seorang penyair
dan sebatang kretek;
selembar kertas koran
dan roti kemarin;
penyair, kretek
koran, dan roti
mereka saling curiga
bisa saja begini:
seorang penyair
menghisap kretek
terpampang dalam koran
kerna mencuri roti
di sebuah toko
di tanah airnya
atau,
perusahaan kretek
dalam lembaran koran
menyematkan logo
pada puisi seorang penyair
dan membayarnya
dengan roti belaka
atau,
roti di jalanan
putung kretek di jalanan
dipungut seorang penyair
yang berpakaian serba koran
atau,
penyair dan petani kretek
bekerjasama mengebom
perusahaan koran
dan perusahaan kretek
dengan bom roti
ah,
aku sedang berkhayal
nikmatnya whisky
di musim begini
kerna darah sendiri
telah masuk di penyulingan...
oh...
 
Kuala Pembuang, 2020.
 
 
 
Kami Memiliki Apa yang Tak Mereka Milik
 
Kami memiliki apa yang tak mereka miliki:
Semangkuk kesedihan, cahaya pedih dari dada telanjang, keperihan yang damai dalam teriakan tanpa suara, dan mata sembab berdarah...
 
Kami memiliki apa yang tak mereka miliki:
Seratus ribu leluhur yang lumpuh, dua puluh ribu malaikat dari mazhab kegagalan, dan satu juta harapan dan cita-cita tergoreng kilang minyak dan rumah baja...
 
Kami memiliki apa yang tak mereka miliki:
Sungai-sungai yang memanjang -- maksudku, itulah makam kami nantinya, hari-hari penderitaan yang panjang, dan kebisuan dalam sukma...
 
Kami memiliki apa yang tak mereka miliki;
(Tapi milik kami dipaksa jadi milik mereka)
Kami masih memiliki satu kepercayaan ini: selagi api kepedihan masih berkobar dalam nadi, kami akan persembahkan kepala mereka...

(Sukmaku bergetar, aku kehilangan daya meneteskan air mata)
 
Kuala Pembuang, 2020.
 
 
 
Ketika Kami Diusir

"Dua hari waktu kalian pergi!"
 
Dua hari ialah waktu kami untuk pergi, lagi;
Angin malam, cahaya bulan, harapan
Harapan, bintang yang jauh, malam dingin
Perasaan sedih, pandangan kelabu
Gugup, jalanan terbuka lebar
Ke mana harus pergi
Empat pasang
Mata kaki bertanya.
Anakku yang cantik
Tak boleh tahu ini:
Aku dan Istriku
Dilipat seperti kertas
Jadi perahu kertas
Dilempar dari manara dermaga
Terhuyung angin
Jatuh ke air
Dihantam ombak
Diburu
Penderitaan
Sebelum melebur
Dan tenggelam
Jauh ke dasar.
 
"Dua hari waktu kalian pergi!"
 
Malam terasa
Seperti vegas
Ditarik dan dilepaskan
Dalam rongga
Mulut
Dada
Kami
Yang menganga!
Dan empat pasang
Mata kaki
Menangis
Kerna empat pasang
Mata kami
Lupa bagaimana
Dan kehilangan cara
Untuk menjatuhkan
Air mata...
O bayang dua manusia
Perempuan dan lelaki
Jalang dan bajingan
Terbuang dari nasib baik
Dicekik hidup cilaka
Tiada seorang
Apalagi dua
Untuk berbagi
Ruang, ruang gelap
Di hatinya
Untuk duka kami
Malam terasa
Seperti vegas
 
"Sayangku sayang...
Tak ada bendera
Kuning, merah, dan putih
Yang patut kita kibarkan!
Kita harus terus melangkah
Tapi ingat!
Jangan bicara!
Si cantik sedang tidur
Dalam dekapan!"
Dan kami, dua hari lagi
Akan pergi
Mungkin
Dan ya...
Kita takkan jumpa
Berbagi apa saja
Yang bisa.
O puisi ini
Akan dibacakan
Sebagai pengganti
Doa kematian
Di atas kuburan
Kami...

Kuala Pembuang, 2020.
 
 
 
Alegori Alkoholik
 
Masa sulit dan hampir saja mati
Dan aku mulai menyukainya, ya..
Aku juga menyukai kicau burung
Juga segelas baram dalam tanduk
 
Ketika anakku yang cantik di beranda
Melambaikan tangannya ketika aku pergi
Aku masih menyukai kicau burung
Aku pergi ke jalanan mencari derita yang bisu
 
Masa sulit dan hampir saja mati
Orang-orang membeton wajah mereka
Orang-orang membusungkan dada ke langit
Mulut mereka menyumpahi matahari Joko Widodo
 
Adakah revolusi sebentar kan tiba?
Di WC, di wastafel, di atap rumah
Di kondom, di softex, di tissue
Di absensi PNS, di paracetamol?!
 
Masa sulit dan hampir saja mati
Penindasan dan puisi-puisi Faiz
Alkohol dan mimpi Eric Clapton
Di mana aku akan dimakamkan?

Kuala Pembuang, 2020.

http://sastra-indonesia.com/2020/09/puisi-puisi-muhammad-yasir/

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae