Jumat, 25 November 2011

Puisi-Puisi Marhalim Zaini

http://nasional.kompas.com/
mitos satu:
indrapura, melayu champa

yang tumbang, saat ia menyerang
dari arah laut
adalah betismu, puteri dai viet

yang tengah rekah meminum embun
dari langit champa
adalah bibirmu, mengucap-ucap
daulat rajaku, daulat tuhanku

bahwa pedang pipih (yang kelak menancap)
pada rahim pantaimu
pada ruas arus di dadamu
darahnya akan jadi sejarah
yang terus berlayar
mengaji sungai merah
mengurai marwah
maka sebagai penunggu laut
aku kenali dikau
lewat isyarat warna langit
seperti warna punggungmu
yang keperakan
berkejaran bagai kaki hujan
di permukaan gelombang
tapi di kedalaman sempadan
pada rahang panjang
ikan-ikan berkulit licin
kutemukan sebutir pasir
berwarna lumut
seperti warna matamu
yang kerap sembab
di lembab batu
didekap rindu
tapi bukankah hanya karena sisik
maka kita dapat saling bertemu
dalam sangkar emas
di kota-kota mati
dari majapahit ke vietnam
(ketakutan itu, katamu
dapat membunuh ingatan
tentang rasa cemburu
melukai keyakinan
iman para pemburu)
lalu apa yang kau tulis
di atas ranjang raja jaya
saat aku kini nakhoda buta
hendak jadi jatnaka
atau hang tuah yang setia
apakah syair cinta itu
yang menggoda malaka
untuk mencium indrapura
tapi aku orang cham
orang cham yang pelupa
bahwa di tahun seribu itu
kau menyerang dari laut
sambil berteriak
todak, todak, todak
(apa yang kau rampas
adalah bendera putih
dari sobekan kelambu
ranjang kayu masa lalu
adalah sakit hati
atas kekuasaan waktu
yang hendak kau pinang
yang hendak kau timang)
tapi bukankah berkali-kali
kita menjauh dari remang
berkali-kali pula jatuh
sebelum terbang



mitos dua:
kampung gelam, melayu singapura

telur itik di singgora
pandan terletak dilangkahi
darahnya titik di singapura
badannya terhantar di langkawi

lihatlah telapak tanganku, puan
dari pasai, garis-garis itu bersilangan
tak ada ujung yang patah, pada pangkal
ia tersadai
mungkin pinang terbelah itu,
bukan sihir di matamu, bukan pada dendam
mestinya dikutuk, tapi sebagai tun,
merantau adalah janji, seperti pantun
sampiran adalah juga isi
aku pernah datang pada maghrib,
saat suamimu raib, di hujung pasar
sebuah kampung pernah gusar, padahal
tak sampai ke ceruk aku bertamu, tak pula
ke lubuk sampaiku di hatimu
apakah ini cinta, atau gelap mata,
kadang orang tumbang di tengah dendang,
saat orang bilang maling pada pendatang,
kadang, aku bimbang pada tumbang,
saat kau telanjang sambil melenggang
alahmak, aduhai, alangkah,
bahwa murka, adakah ia lupa pada tuhan,
sebab wahai, kezaliman ini milik siapa,
jika tertangkap kita, mari selingkuh,
atau dibunuh
maka aku mati, kerismu menusuk
di hatiku, kelak kau luka jika tak berduka,
tapi suamimu raja singapura, tegak berdoa
bagai tak rela, entah kau si penabur bunga,
entah menangis entah menahan tawa
todak, todak, todak, suara siapakah
yang bergelombang itu, nelayan tak melaut
seribu tahun lalu, maka takutlah sejarah,
pada dayung patah, pada sampan terbang,
ikan-ikan yang tak pandai berenang
tapi si gladius menombak,
menyibak air birahimu, ini jantan atau betina,
pada puncak arus ikan-ikan kecil berdansa,
si tuna atau brakuda, tak penting pada siapa
ia memangsa, makan, makan, makan
lalu itukah hening, yang kau ceritakan
pada anak sungai, sehabis badai, setelah kematian
merebak di mana-mana, padahal itulah asin,
anyir darah dari nyeri, rasa sakit pulau-pulau,
itulah sepi, detak jam yang mati
hang nadim, hang nadim, hang nadim,
lalu anak-anak bangkit, orang tua yang pandai
membunuh, yang tumbuh tak mesti api, tapi sirih
merambat di tiang langit, memanjat bagai semut,
dan tengoklah, tangan tuhan siap menyambut
maka jadilah kami batang pisang,
berbaris di sepanjang tanjung, sepanjang tahun,
atau jadilah kami cumi-cumi, yang menanti janji
di akhir hari, sebilah keris akan kami warisi,
setelah jantung dan lambung kami, terburai
di paruh hiu bertulang sejati



mitos tiga:
pulau halimun, pulau laut

yang menyerang, saat tubuh datu’ semedi,
dari arah laut,
adalah ribuan ikan bergigi tajam

kau bertanya, apakah sejarah ikan
adalah sejarah perang,
laut tak pernah bertanya
kenapa tubuhnya bergelombang

beginilah ia, mereka,
percakapan dimulai dari rasa haru
memandang biru sebagai gemuruh
dari dasar hitam matamu

apakah kau berdusta,
pada raja todak, atau pada segala
yang bernama air, bahwa samudra
telah pecah,
dan berkawin dengan tanah

maka terpelantinglah aku,
ke lubuk, mungkin rawa yang dulu
kau cintai, bukan teluk yang buruk
oleh musim abu,
jerebu dari api gambut

dan tengoklah,
yang melompat dari dasar laut,
melepas hama di sekujur tubuhmu,
ini anak-anak kandungku, katamu,
tapi siapa yang mengutuk batu
hingga pulau ini tenggelam,
dan kau tangisi saban malam

padahal wahai,
yang seketika timbul ke bumi,
tumbuh dari kesetiaan adalah
sebuah daratan,
inikah harapan itu,
hujan yang seketika jatuh dari
mata langit, juga matamu,
inikah mitos
pengkhianatan itu

Pekanbaru-Yogyakarta, 2010

Marhalim Zaini lahir di Teluk Pambang, Bengkalis, Riau. Buku puisinya adalah Segantang Bintang Sepasang Bulan (2003) dan Langgam Negeri Puisi (2004). Kini ia tengah mengupayakan penerbitan buku puisinya yang ketiga, Jangan Kutuk Aku Jadi Melayu.

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae