http://pawonsastra.blogspot.com/
Nyanyian Sepasang Pecinta
Siang nanti kita berjanji bertemu,
antara jalan penuh asongan yang masih terukir mungil namamu di situ.
Kita sepakat mengemasi segenap remah-remah luka, berwarna merah saga,
sebelum pamitanmu ketika itu, seperti warna darah bumi kita.
Aku harap kau di hadapanku nanti merona dan cantik berkerudung putih,
rapi dan wangi.
Tapi jangan kau kenakan segenap pakaian sunyi di tubuhmu
karena aku tak mau melihatnya.
Aku tak pernah bisa menjawab apa yang kau pertanyakan
karena rasa sayang tak ada alasan, tak terstruktur, dan tak berkerangka.
Jalan itu tetap saja kita lewati
meskipun bekas luka karena kesombongan cuaca
masih menyayat di bibir kita.
Bila nanti kau datang dengan kereta kupu-kupu
kemudian turun dari suara udara
dengan senyum kecil cahaya di balik dadaku kau kusambut.
Desiran angin belum juga datang padaku,
hanya bisikan kerikil kecil membawa kabar lewat di bawah mataku.
Aku tak akan datang, Sayang
Sukoharjo 2006
Wajahmu di Dalam Telephone
Hallo, siapa yang bertanya tentang pagi?
padahal aku sendiri terpatri membukanya setiap hari.
Apakah benar kau bidadari hati yang terbang hinggap tepat di dadaku?
Sementara itu aku terus bertanya
karena hanya ada nomor rahasia di setiap sudut kepak-kepak jemari
dan tombol penyampai pesan
sebagai isyarat bahwa kita harus segera mengemasi janji
karena bertemu pun tak mungkin lagi
Hallo, siapa di situ?
Kekasihku kah?
nafasmu dalam hatiku terlunta oleh desahan suaramu
seperti waktu kita bercinta, remuk redam digerus nuansa kita.
Wajahmu di dalam telephone seringkali membuyarkan konsentrasi
setiap kali ku tanya di mana kau berada
Hai, tak ada bisikan apapun dari mulutmu
yang ada hanya nada sela mengikuti denyut jantungku
yang tak berirama dan tanpa titk koma, melaju semakin lambat
karena pertanyaan yang tak kunjung lega
tetap saja aku pegangi gagang telephone yang sudah lama mati suri
karena aku yakin wajahmu masih tertinggal ayu
di sela-sela nada tunggu yang akhirnya pilu
Kupunguti sisa-sisa riasanmu yang masih lengket tanpa jawab
Surabaya, Agustus 2006
Renungan Takutku Padamu, Marti
Marti,
Aku takut mencintaimu
aku takut dengan kelemahanku yang terus memberontak
dari lingkaran genggamanmu
Perjuanganku memang tak secantik wajahmu yang tanpa cacat
Demi kepompong yang tak pernah bisa bermimpi
tak ada hak untuk bermimpi,
adalah hal yang sama denganku
Ujung lancip daun Teki mengundang langkah lunglaiku,
terjal dan sedikit bergelombang,
tapi dengan lidah ranummu aku terpaksa nodai fajar tadi
dengan selembar puisi ini
agar kau tahu aku tak berhak menjadi kupu-kupu
Marti
Aku takut mencintaimu
adalah sama dengan hantu yang menjaga di pundak kiriku
cukup kau yang tahu
bahwa angin membawaku dalam renungan ketakutanku
Surabaya, Agustus 2006
Cintaku Tumbuh di Meja Ini
Daunan kering di atas meja beton
memberi sedikit harapan
bahwa kita mungin satu nasib.
wajahmu membatu, layu
di bawah pohon nangka sedikit datang cahaya lewat di sela-sela ranting tua
aku memandangmu
hanya ada hening dan kekosongan, sisanya cintaku padamu
Bisikan daun itu memberi isyarat
bahwa kita harus pergi ke singgasana tempat kita nantinya bercengkrama
Banyak mata menyalahkan kita
persetan dengan mereka
yang aku tahu aku cinta, dan kau suka
Dalam kebersamaan ini aku sendiri yang membayangkanmu,
bukan orang lain
sebut saja itu kelebihanku yang sah untuk memelukmu
Dinda
Ada semut mengganggu cumbu kita
pura-pura tak melihat
dan selalu berusaha keras untuk tak kelihatan di depan kita
dari mana datangnya duri yang sering mengadu kita?
tak terasa memang, namun perlahan menggerogoti yakinku di atas kulit lembut lekuk dadamu
Yakinku berseru untuk tidak meninggalkan jejakmu
tanpa arah dan waktu kupastikan cintaku menjemputmu
Surabaya, Agustus 2006
Ketika Tak Bersamamu
Aku datang,
datang pula hamparan luas remah-remah rambutmu menyambutku
Lekuk bibirmu mengatup
tapi berbisik pada lembaran frase-frase pertanyaan
yang rambatan waktupun putus asa menyenggamainya
Menunggumu tiada bermula
akhirnya burung gereja berumahkan rambut kumalku
Penyesalanmu memang kelemahanku
janjiku tak mampu membayar titipan rindumu
barang kali kau ingin menebus dongeng-dongeng pengantar tidurmu
yang kemarin sempat kau pinjamkan pada malamku
jemari kesabaranku tak mampu lagi
menampung rajutan lagu
yang tumbuh subur di pelataran tangga nada
mendayu kesedihan yang kita sepakati bersama
Aku harap kau tetap ada dan bersuara
dan aku pasti mendengarnya,
suaramu serupa gelombang tetap kunanti menyapu iga lemahku
Juni 2006
Tanpamu
Angin hinggap di awang-awang
turun melintasi ranting-ranting dadaku
Kapan hatiku berwarna langit?
Aku tak tahu, biarlah jadi rahasia dunia
Seokor dara kecil menangis,
air matanya mekar menjelma mawar
sambil menggumam seakan diam
“tanpa kepemilikan atas dirimu membuatku tak kesepian”
Maret 2007
Karena Itu
Air matamu karena puisiku yang kucintai
Langkahmu yang menghampiriku yang kusayangi
Adalah kau yang kulingkari pelangi berbentuk hati
Sekali lagi, aku mencintaimu karena itu.
Juli 2007
Sayang Tak Untuk Beralasan
Bekas tatapan matamu masih tertinggal rapi di serambi rumahku,
saat kau pejamkan mata, lalu pergi, udara menciumimu.
Sama halnya kau yang menjelma udara yang kuhirup tanpa setahuku.
Itulah sebabnya aku memikirkanmu
Juli 2007
Perempuanku
Perempuanku, jika kau bidadari terbanglah ke sini!
Aku hampir terlelap karena mengenangmu
Tak mungkin ku akhiri.
Agustus 2006
Cinta Itu Diam
Langit terlipat rapi di rambutmu,
yang tadi sempat ku sentuh dengan jemari kesabaranku.
Kau mengingatkanku
pada daun yang belum selesai kurajut,
pada gelombang yang mengombang-ambingkan argumenku
bahwa kau telah bersemayam dalam ruang 3 X 4 inci di bilik jantungku.
Sisanya cintaku padamu yang belum sempat kusampaikan
Sept 2007
Selamat Malam, Sayang
Kau tidurkan matamu yang mulai rapuh dihunus hujan yang masih tersisa, dan ada wangi tanah,
lainnya mimipimu yang masih kau rencanakan,
denagn harapan paginya kita bertemu diperaduan.
Kapan kita mengakhiri kekejaman ruang dan waktu ini?
Tanyamu pada rindu di dadamu.
Oktober malam 2007
Kursi Pengantin
Ketika mengingatmu sudah habis dilumat udara,
kau belum datang juga
Kursi pengantin kita masih kosong,
hanya lalat-lalat biru lewat di atas kepalaku
menyampaikan cintamu yang tertunda.
Kamarku sudah aku beri bunga yang kupetik dari rambutmu,
dan kursi ini tumbuh melati,
ingin segera kau duduki
dan sejahtera menatap senyumku yang ranum
yang pernah kau ciumi dan kau kagumi.
Kamu adalah lumut di otakku, dan menjalar keseluruh tubuhku.
Penghujung 2007
Rudi Hartono, kelahiran Sukoharjo 1 April 1985. Mahasiswa UNS Surakarta, jurusan Sastra Indonesia angkatan 2003. Karya-karyanya pernah dimuat di Pendapa 3 dan Buletin Fillitra (buletin milik jurusan Sastra Indonesia).HP: 085 62 99 44 98.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Mustofa Bisri
A'yat Khalili
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Wachid B.S.
Abi N. Bayan
Abidah El Khalieqy
Acep Syahril
Acep Zamzam Noor
Adi Toha
Adrian Balu
AF Denar Daniar
Afrizal Malna
Agus Manaji
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Maltuf Syamsury
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Ala Roa
Aldika Restu Pramuli
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfiyan Harfi
Ali Makhmud
Ali Subhan
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Andry Deblenk
Anggie Melianna
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Aprinus Salam
Ariandalu S
Arieyoko Ksmb
Arya Winanda
As Adi Muhammad
Asep Sambodja
Atrap S. Munir
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Badaruddin Amir
Bakdi Sumanto
Bambang Darto
Bambang Kempling
Bambang Widiatmoko
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Bernando J. Sudjibto
Bernard S. Y. Batubara
Binhad Nurrohmat
Budhi Setyawan
Budi Palopo
Bustan Basir Maras
Chairul Abhsar
Chavchay Saifullah
Cut Nanda A.
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Afriady
Dadang Ari Murtono
Daisy Priyanti
Daysi Priyanti
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Kartika
Dharmadi
Diah Budiana
Diah Hadaning
Dian Hartati
Didik Komaidi
Dimas Arika Mihardja
Djoko Saryono
Dody Kristianto
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Edy Lyrisacra
Effendi Danata
Eimond Esya
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Nuryono
El Sahra Mahendra
Ellie R. Noer
Elly Trisnawati
Emha Ainun Nadjib
Endang Supriadi
Endang Susanti Rustamadji
Eny Rose
Eppril Wulaningtyas R
Esha Tegar Putra
Esti Nuryani Kasam
Etik Widya
Evi Idawati
Evi Melyati
Evi Sefiani
Evi Sukaesih
Fadhila Ramadhona
Fahmi Faqih
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Fikri MS
Fina Sato
Firman Wally
Fitrah Anugerah
Frischa Aswarini
Gampang Prawoto
Ghaffur Al-Faqqih
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gunawan Maryanto
Gunoto Saparie
Gus tf Sakai
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hari Leo
Haris del Hakim
Hasan Al Banna
Hasan Aspahani
Hasta Indriyana
Helga Worotitjan
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Maja Kelana
Herlinatiens
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Ibnu Wahyudi
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilenk Rembulan
Imam S Arizal
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santoso
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indrian Koto
Isbedy Stiawan ZS
Iwan Gunadi
Javed Paul Syatha
Jibna Sudiryo
Johan Khoirul Zaman
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Saputro
Jufri Zaituna
Jusuf AN
Kadek Wara Urwasi
Kadjie Bitheng MM
Kartika Kusworatri
Kedung Darma Romansha
Kika Syafii
Kirana Kejora
Kirdjomuljo
Kurnia Effendi
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Yunianto
Kusprihyanto Namma
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lailatul Muniroh
Landung Rusyanto Simatupang
Lela Siti Nurlaila
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Linus Suryadi AG
Liza Wahyuninto
Lubis Grafura
Lutfi Mardiansyah
M. Badrus Alwi
M. Faizi
Maghfur Munif
Maghie Oktavia
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maqhia Nisima
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marwanto
Mas Marco Kartodikromo
Mashuri
Mathori A. Elwa
Matroni el-Moezany
Maya Mustika K.
Mega Vristian
Miftahul Abrori
Mohammad Yamin
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muntamah Cendani
Mustiar AR
Mustofa W Hasyim
Mutia Sukma
Nadjib Kartapati Z
Nanang Suryadi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Noor Sam
Nunung S. Sutrisno
Nur Iswantara
Nur Lodzi Hady
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Pariyo Adi
Pringadi AS
Pringgo HR
Puisi-Puisi Indonesia
Purwadmadi Admadipurwa
Puspita Rose
Putri Sarinande
R. Toto Sugiharto
Rachmat Djoko Pradopo
Raedu Basha
Ragil Suwarno Pragolapati
Rakai Lukman
Rama Prabu
Ramadhan KH
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Ribut Wijoto
Rikard Diku
Robin Al Kautsar
Rozi Kembara
Rudi Hartono
Rusydi Zamzami
S Yoga
Sahaya Santayana
Saiful Bakri
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Selendang Sulaiman
Seli Desmiarti
Sigit Sugito
Sihar Ramses Simatupang
Siska Afriani
Sitok Srengenge
Sitor Situmorang
Slamet Rahardjo Rais
Slamet Widodo
Sosiawan Leak
Sreismitha Wungkul
Sri Harjanto Sahid
Sri Jayantini
Sri Setya Rahayu
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunardi KS
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutirman Eka Ardhana
Syifa Aulia
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Triaton
Tengsoe Tjahjono
Tharie Rietha
Thowaf Zuharon
Timur Sinar Suprabana
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Ulfatin Ch
Umbu landu Paranggi
Unieq Awien
Usman Arrumy
W. Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyu Subuh
Warih Wisatsana
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Widi Astuti
Wiji Thukul
Winarni R.
Y. Wibowo
Yonathan Rahardjo
Yosi M Giri
Yudhi Herwibowo
Yudhiono Aprianto
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yuswan Taufiq
Yuswinardi
Zaenal Faudin
Zainal Arifin Thoha
Zamroni Allief Billah
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar