Jumat, 21 November 2008

Puisi-Puisi Akhmad Sekhu

http://www.jurnalnasional.com/
Sajak Seribu Tahun

Seribu tahun lagi, aku mungkin
datang kembali tidak dengan raga ini
tapi puisi-puisi. Sukmaku menjelma
makna-makna yang mengental
dalam pemahamanmu

Jangan lagi kau sebut-sebut namaku
kalau pesan puitikku tak kau mengerti
mungkin debu-debu lelah mengeja hidupmu
berhamburan kemewahan yang semu
tapi puisi-puisiku tidak akan alpa menyentuh
hatimu yang telah berurat batu itu

Seribu tahun lagi, ya, seribu tahun
diriku mungkin sudah remuk
tapi bersama puisi-puisi
aku akan tetap abadi



Memetik Sekuntum Melati
: untuk Hj. Sumarti, emakku

Terasa setiap detik aku memetik melati
yang bermekaran sepanjang penghayatan sejati
hingga tetap ada kehidupan berkembang
memperbarui wangi yang telah kita seberangi

Dipetiknya sekuntum melati, seperti tanyamu selama ini
tentang pematang kasih sayang, betapa butuh sungguh
bagi bakti anakmu akan lanjutkan keturunan
maka terimalah seperangkat jawab yang tulus
betapa kucurahkan pengaduan di pangkuanmu, Mak

Akhirnya tiba saatnya, aku kini bawakan kekasih
yang melati, hingga sampai dipetiknya nanti
bagai dirimu, Emak, mampu mempertahankan keharuman



Kasidah Kelahiran
: untuk Fahri Puitisandi Arsyi, anakku

Telah terbit matahari di hatiku
Hingga terang-benderanglah semesta alam
Hangatkan kebahagiaan

Tampak kaki anakku menjejak-jejak ke atas
Seperti dapat menemukan jalan pintas
Menuju dunia yang lebih sejuk. Ayo, anakku!
Jejak bumi tujuh kali. Aku bapakmu akan selalu
Mengiringi langkahmu. Tampak tangan anakku
Menggapai-gapai ke berbagai arah
Seperti sedang mengurai kacaunya keadaan zaman
Kedamaian dunia yang tak pernah selesai diperjuangkan
Ayo anakku! Jangkaulah dunia sepenuh jiwa
Aku bapakku akan selalu mendukungmu

Ketika tetabuhan rebana membahana
Anakku terpejam dari segala dunia keramaian
Mawar-melati disiratkan, doa-dzikir dipanjatkan
Anakku baru mau membuka matanya pada waktu
Keadaan gelap gulita dan dari sinar matanya
Aku baru mengerti ada terang yang lain
Sebuah benderang menerangi batin

Karangjati, Kramat, Tegal, 30 April 2008



Sajak Akhir Perjalanan
In memoriam Udin

Inikah akhir perjalananmu yang paling pilu
menempuh kesibukan seharian penuh, namun
sepatumu terantuk di batu-batu, betapa dirimu
ingin terus melangkah maju

Inikah akhir perjalananmu yang paling rindu
melewati impian dan harapan anak-istri
yang bersemi, senyummu meliuk-liuk lampaui
segala bahagia yang pecah duka melegenda

Inikah akhir perjalananmu yang paling mulus
menemukan kedamaian abadi pada dunia lain
ghaiblah anganmu menulis kesaksian, betapa
dunia yang kautinggalkan maya belaka



Kasidah Kota Tua
: Catatan bersama Nur Ikhsan Suryakusumah

Bersamamu menyusuri sebuah kota
Tua, betapa kita merasa semakin tua saja
Sepanjang jalan adalah usia yang berlepasan
Dari detik demi detik mengalir tiada henti
Satu demi satu mengelupas seperti rasa cemas
Menguakkan kesadaran yang telah lama karam

Ada yang terasa hilang saat kita tergelak
Tawa, kebahagiaan yang sulit diterjemahkan
Menjelajah malam penuh gemerlapan, tapi miris hati
Tercabik lirikan genit perempuan malam pinggir jalan
Senyumnya kaku betapa hampa membekukan suasana
Tak ada percakapan tentang baik-buruk, cantik-jelek,
Atau alim-pelacur, tapi ia akan tetap berhak menyandang
Sebutan ibu, keagungan sebuah martabat paling hakekat
Meski telah menelantarkan kesemua anak-anaknya
Terlunta-lunta di kolong kota tanpa ayah dan kasih sayang
Roda kehidupan yang semakin bergulir menuju jaman akhir
Dan kita pasrah, tak bisa menolak ataupun mungkir

Kota, apakah masih mampu menanggung beban zaman
Tak bisa mengulang kembali menjadi lautan api
Sekarang sudah terlalu uzur untuk kembali bertempur
Gedung-gedung telah menutup pintu-jendela
Juga orang-orang telah lelap dalam mimpi gemerlapnya
Tapi kita masih setia menjaga tanya
Hanya kata-kata yang bisa dijadikan teman
Lihatlah, ada bocah selalu gelisah tak mampu merubah
Nasibnya yang telah terjepit di antara kenyataan pahit
Tapi semangatnya tetap berapi-api menuangkan energi kreatif
Rangkaian kata-kata yang ditulisnya dijadikan senjata


Bandung, 24 Maret 2008



Kasidah Malam

Malam terpendam dalam lumpur kesunyian
seonggok diriku mendongak, mempertahankan
beban kehidupan yang disangga doa-doa
sembahyang di sela-sela lembur kesibukan
yang lebur dengan angan-angan kemewahan
terhadap penempuhan segenap hasrat
seketika dapat turunkan bulan, sinari semangat
karena kita sengsara bukan oleh derita dan lapar
juga bukan oleh pemberontakan yang liar
sejuta impian menawarkan bunga
harumnya mampu menggetarkan jiwa



Aku Kini Matahari

Aku kini matahari yang menggaris
bumi, tertatih-tatih menaiki tangga langit
seiring hari-hari menempuh kerinduan abadi

Bangkit dini hari mengejar sang fajar
terkupasnya senyum pagi sisa impian semalam
yang cepat berganti tertindih kesibukan
bergerak bersama wangi keringat kering
tangan-tangan yang memegang peranan
melaju penuh debu yang akrab pergulatan
perjuangan demi kehidupan harus diperjuangkan

Aku kini matahari yang menggaris
bumi, tertatih-tatih menaiki tangga langit
sampai hari-hari menuju ke haribaan ilahi



Sajak Tiap Hari

Tiap hari, aku harus bersentuhan dengan
nuraniku sendiri, laku batin tiada henti
mengasah rasa yang terkikis kecemasan

Tiap hari, aku harus merangkaki
dinding kesunyian hati, bagai cicak yang papa
melata derita yang terbata-bata

Tiap hari, aku harus berjalan di atas bara
semangat jiwa yang terus menyala-nyala
menemani batin yang terhimpit kenyataan pahit

Tiap hari, ya, tiap hari
aku memandang dalam perasaan transparan
mencari dirimu, wahai jiwa yang damai



Tamsil Dunia Air

Apakah kita sampai dalam dasar kolam, gelisah
berkaca permukaan tak karuan, letih menyelami
tanpa harapan hingga makin buyarkan pandang
didepak sinar terjerembab kegelapan mendasar

Terhadap riak-riak gelombang, kita mengalir
menepi sampai ke tepi dari keramaian dunia air
ternyata banyak pilihan yang membingungkan
tak sempat untuk dapat menata diri kembali
betapa kita butuh bernafas lebih bebas lagi

Berkaca lebih bersih di atas permukaan kolam
pasrah karunia atau bencana yang akan tumpah
kita tetap menajamkan pandangan kehidupan



Pulang
: catatan untuk Abdul Aziz, kakakku

Aku akan pulang membawa kegelisahan
dalam rindu yang mencemaskan, adakah
kau simpan luka lama dengan merampungkan
kenangan kelam, dari masa telah terlewati
pada perantauan asing di segenap hati

Rumah telah tertutup pada mimpi buruk
rontoklah hari demi hari dari dongeng ngeri
cerita tentang kemurungan negeri terbaca
selalu meramu mitos-mitos pemikiran semu
mengurung niat yang terlintas hanya kejemuan

Aku akan tetap pulang, segera menghabiskan
semua huruf dalam kamus kehidupanmu, hingga
bakal mengerti, bahwa ternyata selama ini
aku tak jauh dari bacaanmu, pada setiap ucapmu
selalu mengandung kerinduan untuk kepulanganku.

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae