Doa Kutilang
aku berdoa dengan tangan disalibkan karena harapan hanya bunyi yang kelewat sumbang didengarkan: elli, elli, elli! lalu laut dadaku susut bagi tembikar yang kering usai dibakar; jantungku bernyanyi serupa derap sepatu tentara yang berlari ---ah, aku harus mengungsi ke mana, jika nanti kemah jiwaku dibongkar dan hartaku yang terpendam bakal menjelma bohlam yang ‘lah padam.
aku pun merasa ditinggalkan kutilangku, burung yang selalu bernyanyi di aliran aortaku ---suaranya yang memagut lautku agar tetap berdebur dan tak undur ke surut, kicaunya bagai gelombang pasang yang menarik perahu-perahu pencarianku ke tengah pelayaran; kini rautku serupa rambut ibu yang sepuluh tahun tak tersentuh ---jiwaku pun mengapung, hanya bebayang lanun yang terjelma di ubunku seperti sebuah kesetiaan pada usia yang sia-sia; aku pun menyentuh nyawaku yang tinggal di kerongkongan, agar ia berjanji untuk tetap sepi dan tak bermimpi tentang firdaus nan kudus, agar ia tetap menghunus arus dan menolak ajakan-ajakan...
di ujung sekarat, aku mendengar kicau kutilangku ---tapi ia kelewat berat membuka pintu kalbuku; aku pun berdoa dengan tangan terentang, lalu membayangkan darah mengalir kembali dari rahim ibu, membasahi tubuhku, memerahkanku, lalu berharap ibu melahirkanku kembali dalam wujud laut dengan debur yang tak habis-habisnya, laut yang di palungnya berbiak nyanyian-nyanyian kutilang dan mengalir di pembuluhku tanpa nada sumbang…
Surabaya, 2008
Membaca Lontar
aku membaca dari balik kaca, ketika kata berpilin dan huruf raib dari mata ---hanya tampak titik-titik panjang yang berjejak seperti tilas tinta yang membekas, yang aku harus merunutnya menjadi amsal bermakna; aku tak bisa memunguti sisa-sisa ---huruf-huruf lain seakan beringsut, udzur dan tak dikenali; tapi ketika kaca itu dipecah, segalanya berhamburan ke muka, seperti air yang muncrat dan memikat segala tempat untuk menerima; lalu segalanya menjadi sebuah titik tersendiri, titik balik dari keriuhan dunia...
Itulah peristiwa yang sempat aku ingat: seserpih pipih kaca menancap di ubunku, seserpih lain mengoyak pelupukku, dan seserpih lagi membuka ruang hening yang bersemayam di kalbu ---aku pun menjerit seperti burung hitam melihat maut; jeritku memilu hingga gemanya membuat langit-tuah di lembar-lembar lontar itu tertebar, tapi ada yang terbakar dari diri; aku pun mengerti, kaca itu telah menjadi tabir dari kehadiranku yang ingin sempurna
setelah kaca pecah, dalam gelap, aku mendapati lontar-lontar itu terbuka, lembar-lembar itu tertata dan seluruh aksara berbicara laiknya seorang pendongeng pada kanak-kanak yang dengan setia menunggu kata per kata seperti butiran permata.
Surabaya, 2008
Insomnia Ruang Kaca
aku tulis surat cinta yang paling bugil kepadamu, ketika pupilku terjaga dan ruang mencabuli hasratku dengan jemu; surat itu aku lipat di bawah kemeja, yang kemarin baru saja disetrika, agar ia sampai kepadamu dengan wangi raga, juga menunjuk pada kerapianku menyembunyikan sebuah rahasia ---tapi rahasia bisa jadi hanya seutas kata percuma, ketika kamarku diselimuti dinding kaca, dan siapapun bisa melihat sosokku yang memunguti aksara di hati lalu menempelkannya di lembar-lembar bergambar mawar; siapapun tahu sepanjang malam itu aku selalu terjaga dan dari mulutku aku mengigau namamu; aku terlalu kesurupan untuk menjadi diriku sendiri dan berhadapan denganmu sebagai pribadi…
aku pun memuja malam, karena di malam itulah aku bisa bersembunyi…
aku pun mengutuk diriku sendiri karena di ruang itu, aku tak menemukan kamar mandi, aku tak menemukan cermin di dinding, juga diriku yang utuh dengan cabang-cabang riuh harapan yang selalu menuju dirimu ---apalagi pada saat aku bayangkan dirimu menari, di antara seprei dan kasur, aku bisa menangkapmu di balik selimut, lalu menuliskan surat itu ke tubuhmu, dengan lidah, gigi, juga dengan hasrat yang bernama berahi…; saat bayangku pudar, aku pun orgasme sendiri dengan mematikan lilin yang nyala dan menutup mata, karena aku begitu ingin sendiri, tanpa mata-mata yang menatapku dan membuatku seakan sebagai terdakwa
jika kelak kau membaca suratku itu, aku ingin kau lepaskan gaunmu satu-satu, lalu kau berguling ke balik malam, karena aku sudah menunggu di sana, dengan selimut kegelapan yang aku curi dari ruang kaca; ruang yang ternyata begitu bercahaya bila dilihat dari luar sana.
Surabaya, 2008
Bintang Jatuh di Hatiku
Senja mulai pudar, sayangku. Mega-megah telah beralih rupa. Udara telah basah. Jangan diam mematung, mari berarak menapaki jejak bunga, memberi pesan pada waktu, agar ia sabar menunggu. Siapa tahu, kita bisa menemukan kuntum rekah di sela batu
Aku tak tahu sampai di mana kau simpan bentang rahasia, sehingga aku tak menemu pucuk buhulnya. Aku pun hanya bisa menebak, ada yang semerbak di ruang dadamu, seperti aliran kesturi, seperti buai mimpi-mimpi, seperti dunia kecil dengan beribu-ribu peri. Aku pun ingin sabar menunggu seperti keinginanku pada waktu, tapi…
“Aku akan memilihmu, bila ada bintang jatuh di hatiku,” katamu.
Aku bebal membacanya, sayangku. Tidak tahukah kau bahwa bintang tak pernah hilang dari langit hatiku dan aku tak ingin bintang itu jatuh dan menerpamu. Aku hanya berharap cintaku membawamu pada api janji, meski api itu diam-diam kau simpan dalam kegelapan, kau lipat di balik jubah malam, kau ungsikan ke daratan yang tak pernah aku kenal; sayangku, meski aku tak merasakan pijar bara dan hanya menyaksikan gelap semata, aku ingin bila malam telah tenggelam dan esok menjelang, kau sudah berkubang dengan sebuah harapan dan memberiku secercah fajar.
Tapi ketika kita sampai di taman, di dekat lampu yang benderang, aku tersudut ke tubir maut. Begitu wajahmu tengadah karena bintang jatuh di ujung cakrawala, aku melihat setitik cahaya yang membuatku begitu aniaya. Aku melihat di lehermu masih terkerat bekas cupang; tergurat merah-rangsang.
Sungguh bintang itu telah jatuh, sayangku, dan menimbun hatiku.
Surabaya, 2008
Bunga Tumbuh di Perahu
di ujung, ketika kaki kita kerap tersandung batas, kita langsung menciut ke laut; ada yang susut dari kita dan kita ingin menguntitnya, meski kita tahu, itu selalu saja membuat kalbu kita luka…
nan jauh, masih membekas tilas biru, tempat kita dulu bersenandung di atas ayun perahu, ketika gelombang tak lekas jadi bandang, ketika lengkung langit adalah kubah yang nyaman dijadikan rumah. Bunga-bunga pun bermekaran di dinding kayu, merapat ke tubuh kita yang ‘lah dibebat rindu, kita pun diungsikan ke sebuah ruang, di mana ada percakapan dan kebisuan menyusut ke tebing lain; kita seperti nelayan yang sedang berlayar di bebukitan dengan perahu terbang, di saat yang lain kita adalah nelayan yang berkarib dengan ikan-ikan lalu merengkuhnya dengan girang; di puncak tawa, kita lalu melolosi baju, membuangnya dan berharap kenangan penuh lagu itu abadi di dasar sepi dan tak terungkit lagi; kita ingin sebuah kenangan yang abadi yang bisa menjadi tempat kita selalu pulang dalam sebuah kelana…
tapi kini, riak waktu terus bersikecipak; ikan-ikan berlompatan menjauhi kenangan; ketika perahu berhenti dan ombak menepi ke pantai, kita hanya bisa menatap cakrawala yang tersia; di jala, kita hanya menjaring sampah, juga seperangkat pakaian kita yang tak lagi utuh, pakaian yang membuat kepala kita semakin berdenyut dan semakin susut oleh rasa kehilangan yang lain; di pakaian itulah kita pernah berikrar, masa lalu adalah altar kita merajut geletar pertama, lalu kita menuju ke pulau lain yang dipenuhi renjana; tapi sungguh kita selalu saja terlempar ke masa lalu dan selalu saja merasa tidak utuh dan rapuh…
Surabaya, 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Mustofa Bisri
A'yat Khalili
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Wachid B.S.
Abi N. Bayan
Abidah El Khalieqy
Acep Syahril
Acep Zamzam Noor
Adi Toha
Adrian Balu
AF Denar Daniar
Afrizal Malna
Agus Manaji
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Maltuf Syamsury
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Ala Roa
Aldika Restu Pramuli
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfiyan Harfi
Ali Makhmud
Ali Subhan
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Andry Deblenk
Anggie Melianna
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Aprinus Salam
Ariandalu S
Arieyoko Ksmb
Arya Winanda
As Adi Muhammad
Asep Sambodja
Atrap S. Munir
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Badaruddin Amir
Bakdi Sumanto
Bambang Darto
Bambang Kempling
Bambang Widiatmoko
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Bernando J. Sudjibto
Bernard S. Y. Batubara
Binhad Nurrohmat
Budhi Setyawan
Budi Palopo
Bustan Basir Maras
Chairul Abhsar
Chavchay Saifullah
Cut Nanda A.
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Afriady
Dadang Ari Murtono
Daisy Priyanti
Daysi Priyanti
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Kartika
Dharmadi
Diah Budiana
Diah Hadaning
Dian Hartati
Didik Komaidi
Dimas Arika Mihardja
Djoko Saryono
Dody Kristianto
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Edy Lyrisacra
Effendi Danata
Eimond Esya
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Nuryono
El Sahra Mahendra
Ellie R. Noer
Elly Trisnawati
Emha Ainun Nadjib
Endang Supriadi
Endang Susanti Rustamadji
Eny Rose
Eppril Wulaningtyas R
Esha Tegar Putra
Esti Nuryani Kasam
Etik Widya
Evi Idawati
Evi Melyati
Evi Sefiani
Evi Sukaesih
Fadhila Ramadhona
Fahmi Faqih
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Fikri MS
Fina Sato
Firman Wally
Fitrah Anugerah
Frischa Aswarini
Gampang Prawoto
Ghaffur Al-Faqqih
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gunawan Maryanto
Gunoto Saparie
Gus tf Sakai
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hari Leo
Haris del Hakim
Hasan Al Banna
Hasan Aspahani
Hasta Indriyana
Helga Worotitjan
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Maja Kelana
Herlinatiens
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Ibnu Wahyudi
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilenk Rembulan
Imam S Arizal
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santoso
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indrian Koto
Isbedy Stiawan ZS
Iwan Gunadi
Javed Paul Syatha
Jibna Sudiryo
Johan Khoirul Zaman
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Saputro
Jufri Zaituna
Jusuf AN
Kadek Wara Urwasi
Kadjie Bitheng MM
Kartika Kusworatri
Kedung Darma Romansha
Kika Syafii
Kirana Kejora
Kirdjomuljo
Kurnia Effendi
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Yunianto
Kusprihyanto Namma
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lailatul Muniroh
Landung Rusyanto Simatupang
Lela Siti Nurlaila
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Linus Suryadi AG
Liza Wahyuninto
Lubis Grafura
Lutfi Mardiansyah
M. Badrus Alwi
M. Faizi
Maghfur Munif
Maghie Oktavia
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maqhia Nisima
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marwanto
Mas Marco Kartodikromo
Mashuri
Mathori A. Elwa
Matroni el-Moezany
Maya Mustika K.
Mega Vristian
Miftahul Abrori
Mohammad Yamin
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muntamah Cendani
Mustiar AR
Mustofa W Hasyim
Mutia Sukma
Nadjib Kartapati Z
Nanang Suryadi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Noor Sam
Nunung S. Sutrisno
Nur Iswantara
Nur Lodzi Hady
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Pariyo Adi
Pringadi AS
Pringgo HR
Puisi-Puisi Indonesia
Purwadmadi Admadipurwa
Puspita Rose
Putri Sarinande
R. Toto Sugiharto
Rachmat Djoko Pradopo
Raedu Basha
Ragil Suwarno Pragolapati
Rakai Lukman
Rama Prabu
Ramadhan KH
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Ribut Wijoto
Rikard Diku
Robin Al Kautsar
Rozi Kembara
Rudi Hartono
Rusydi Zamzami
S Yoga
Sahaya Santayana
Saiful Bakri
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Selendang Sulaiman
Seli Desmiarti
Sigit Sugito
Sihar Ramses Simatupang
Siska Afriani
Sitok Srengenge
Sitor Situmorang
Slamet Rahardjo Rais
Slamet Widodo
Sosiawan Leak
Sreismitha Wungkul
Sri Harjanto Sahid
Sri Jayantini
Sri Setya Rahayu
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunardi KS
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutirman Eka Ardhana
Syifa Aulia
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Triaton
Tengsoe Tjahjono
Tharie Rietha
Thowaf Zuharon
Timur Sinar Suprabana
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Ulfatin Ch
Umbu landu Paranggi
Unieq Awien
Usman Arrumy
W. Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyu Subuh
Warih Wisatsana
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Widi Astuti
Wiji Thukul
Winarni R.
Y. Wibowo
Yonathan Rahardjo
Yosi M Giri
Yudhi Herwibowo
Yudhiono Aprianto
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yuswan Taufiq
Yuswinardi
Zaenal Faudin
Zainal Arifin Thoha
Zamroni Allief Billah
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar