Senin, 11 Agustus 2008

Puisi-Puisi Mashuri

Doa Kutilang

aku berdoa dengan tangan disalibkan karena harapan hanya bunyi yang kelewat sumbang didengarkan: elli, elli, elli! lalu laut dadaku susut bagi tembikar yang kering usai dibakar; jantungku bernyanyi serupa derap sepatu tentara yang berlari ---ah, aku harus mengungsi ke mana, jika nanti kemah jiwaku dibongkar dan hartaku yang terpendam bakal menjelma bohlam yang ‘lah padam.

aku pun merasa ditinggalkan kutilangku, burung yang selalu bernyanyi di aliran aortaku ---suaranya yang memagut lautku agar tetap berdebur dan tak undur ke surut, kicaunya bagai gelombang pasang yang menarik perahu-perahu pencarianku ke tengah pelayaran; kini rautku serupa rambut ibu yang sepuluh tahun tak tersentuh ---jiwaku pun mengapung, hanya bebayang lanun yang terjelma di ubunku seperti sebuah kesetiaan pada usia yang sia-sia; aku pun menyentuh nyawaku yang tinggal di kerongkongan, agar ia berjanji untuk tetap sepi dan tak bermimpi tentang firdaus nan kudus, agar ia tetap menghunus arus dan menolak ajakan-ajakan...

di ujung sekarat, aku mendengar kicau kutilangku ---tapi ia kelewat berat membuka pintu kalbuku; aku pun berdoa dengan tangan terentang, lalu membayangkan darah mengalir kembali dari rahim ibu, membasahi tubuhku, memerahkanku, lalu berharap ibu melahirkanku kembali dalam wujud laut dengan debur yang tak habis-habisnya, laut yang di palungnya berbiak nyanyian-nyanyian kutilang dan mengalir di pembuluhku tanpa nada sumbang…

Surabaya, 2008



Membaca Lontar

aku membaca dari balik kaca, ketika kata berpilin dan huruf raib dari mata ---hanya tampak titik-titik panjang yang berjejak seperti tilas tinta yang membekas, yang aku harus merunutnya menjadi amsal bermakna; aku tak bisa memunguti sisa-sisa ---huruf-huruf lain seakan beringsut, udzur dan tak dikenali; tapi ketika kaca itu dipecah, segalanya berhamburan ke muka, seperti air yang muncrat dan memikat segala tempat untuk menerima; lalu segalanya menjadi sebuah titik tersendiri, titik balik dari keriuhan dunia...

Itulah peristiwa yang sempat aku ingat: seserpih pipih kaca menancap di ubunku, seserpih lain mengoyak pelupukku, dan seserpih lagi membuka ruang hening yang bersemayam di kalbu ---aku pun menjerit seperti burung hitam melihat maut; jeritku memilu hingga gemanya membuat langit-tuah di lembar-lembar lontar itu tertebar, tapi ada yang terbakar dari diri; aku pun mengerti, kaca itu telah menjadi tabir dari kehadiranku yang ingin sempurna

setelah kaca pecah, dalam gelap, aku mendapati lontar-lontar itu terbuka, lembar-lembar itu tertata dan seluruh aksara berbicara laiknya seorang pendongeng pada kanak-kanak yang dengan setia menunggu kata per kata seperti butiran permata.

Surabaya, 2008



Insomnia Ruang Kaca

aku tulis surat cinta yang paling bugil kepadamu, ketika pupilku terjaga dan ruang mencabuli hasratku dengan jemu; surat itu aku lipat di bawah kemeja, yang kemarin baru saja disetrika, agar ia sampai kepadamu dengan wangi raga, juga menunjuk pada kerapianku menyembunyikan sebuah rahasia ---tapi rahasia bisa jadi hanya seutas kata percuma, ketika kamarku diselimuti dinding kaca, dan siapapun bisa melihat sosokku yang memunguti aksara di hati lalu menempelkannya di lembar-lembar bergambar mawar; siapapun tahu sepanjang malam itu aku selalu terjaga dan dari mulutku aku mengigau namamu; aku terlalu kesurupan untuk menjadi diriku sendiri dan berhadapan denganmu sebagai pribadi…

aku pun memuja malam, karena di malam itulah aku bisa bersembunyi…

aku pun mengutuk diriku sendiri karena di ruang itu, aku tak menemukan kamar mandi, aku tak menemukan cermin di dinding, juga diriku yang utuh dengan cabang-cabang riuh harapan yang selalu menuju dirimu ---apalagi pada saat aku bayangkan dirimu menari, di antara seprei dan kasur, aku bisa menangkapmu di balik selimut, lalu menuliskan surat itu ke tubuhmu, dengan lidah, gigi, juga dengan hasrat yang bernama berahi…; saat bayangku pudar, aku pun orgasme sendiri dengan mematikan lilin yang nyala dan menutup mata, karena aku begitu ingin sendiri, tanpa mata-mata yang menatapku dan membuatku seakan sebagai terdakwa

jika kelak kau membaca suratku itu, aku ingin kau lepaskan gaunmu satu-satu, lalu kau berguling ke balik malam, karena aku sudah menunggu di sana, dengan selimut kegelapan yang aku curi dari ruang kaca; ruang yang ternyata begitu bercahaya bila dilihat dari luar sana.

Surabaya, 2008



Bintang Jatuh di Hatiku

Senja mulai pudar, sayangku. Mega-megah telah beralih rupa. Udara telah basah. Jangan diam mematung, mari berarak menapaki jejak bunga, memberi pesan pada waktu, agar ia sabar menunggu. Siapa tahu, kita bisa menemukan kuntum rekah di sela batu

Aku tak tahu sampai di mana kau simpan bentang rahasia, sehingga aku tak menemu pucuk buhulnya. Aku pun hanya bisa menebak, ada yang semerbak di ruang dadamu, seperti aliran kesturi, seperti buai mimpi-mimpi, seperti dunia kecil dengan beribu-ribu peri. Aku pun ingin sabar menunggu seperti keinginanku pada waktu, tapi…

“Aku akan memilihmu, bila ada bintang jatuh di hatiku,” katamu.

Aku bebal membacanya, sayangku. Tidak tahukah kau bahwa bintang tak pernah hilang dari langit hatiku dan aku tak ingin bintang itu jatuh dan menerpamu. Aku hanya berharap cintaku membawamu pada api janji, meski api itu diam-diam kau simpan dalam kegelapan, kau lipat di balik jubah malam, kau ungsikan ke daratan yang tak pernah aku kenal; sayangku, meski aku tak merasakan pijar bara dan hanya menyaksikan gelap semata, aku ingin bila malam telah tenggelam dan esok menjelang, kau sudah berkubang dengan sebuah harapan dan memberiku secercah fajar.

Tapi ketika kita sampai di taman, di dekat lampu yang benderang, aku tersudut ke tubir maut. Begitu wajahmu tengadah karena bintang jatuh di ujung cakrawala, aku melihat setitik cahaya yang membuatku begitu aniaya. Aku melihat di lehermu masih terkerat bekas cupang; tergurat merah-rangsang.

Sungguh bintang itu telah jatuh, sayangku, dan menimbun hatiku.

Surabaya, 2008



Bunga Tumbuh di Perahu

di ujung, ketika kaki kita kerap tersandung batas, kita langsung menciut ke laut; ada yang susut dari kita dan kita ingin menguntitnya, meski kita tahu, itu selalu saja membuat kalbu kita luka…

nan jauh, masih membekas tilas biru, tempat kita dulu bersenandung di atas ayun perahu, ketika gelombang tak lekas jadi bandang, ketika lengkung langit adalah kubah yang nyaman dijadikan rumah. Bunga-bunga pun bermekaran di dinding kayu, merapat ke tubuh kita yang ‘lah dibebat rindu, kita pun diungsikan ke sebuah ruang, di mana ada percakapan dan kebisuan menyusut ke tebing lain; kita seperti nelayan yang sedang berlayar di bebukitan dengan perahu terbang, di saat yang lain kita adalah nelayan yang berkarib dengan ikan-ikan lalu merengkuhnya dengan girang; di puncak tawa, kita lalu melolosi baju, membuangnya dan berharap kenangan penuh lagu itu abadi di dasar sepi dan tak terungkit lagi; kita ingin sebuah kenangan yang abadi yang bisa menjadi tempat kita selalu pulang dalam sebuah kelana…

tapi kini, riak waktu terus bersikecipak; ikan-ikan berlompatan menjauhi kenangan; ketika perahu berhenti dan ombak menepi ke pantai, kita hanya bisa menatap cakrawala yang tersia; di jala, kita hanya menjaring sampah, juga seperangkat pakaian kita yang tak lagi utuh, pakaian yang membuat kepala kita semakin berdenyut dan semakin susut oleh rasa kehilangan yang lain; di pakaian itulah kita pernah berikrar, masa lalu adalah altar kita merajut geletar pertama, lalu kita menuju ke pulau lain yang dipenuhi renjana; tapi sungguh kita selalu saja terlempar ke masa lalu dan selalu saja merasa tidak utuh dan rapuh…

Surabaya, 2008

Tidak ada komentar:

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae