Sabtu, 14 Maret 2009

Puisi-Puisi Mustofa W Hasyim

http://sastrakarta.multiply.com/
PEMAKAMAN WARTAWAN
- Udin

Berita
dikafani malam

Liang lahat
menunggu bunga

Yang terbunuh langkahnya
diusung doa

Bocah
tergenang pertanyaan

"Ibu, kapan Bapak selesai
berwawancara dengan Tuhan?"

Makam
jadi lautan gelombang

"Engkau tidak mati
karena berani bersaksi."

Daun bambu gugur
mencium rumput kering

"Arus bisa berbalik
menabrak musm."

Lihatlah
keajaiban waktu
Kematian tidak membusukkan
justru menyuburkan kata

1996



JUSTICE NOT FOR ALL

Cermin
berwajah murung

Hakim gemetar
di seberang meja

Dasi
lapar

Rokok klembak
patah di tengah sidang

Bagai air terjun
yang atas menimpa yang bawah

Lantai tempat berpijak
berlubang seluruhnya

"Rumput
jangan menjangkau langit!"

"Terima kasih."

1995



MENUJU KOTA BUNTU

Asap
setajam pisau

Mengelupas
kulit kota

Debu berjanji
benghiburmu

Tiang-tiang
melawan bendera

Lagu berkeping
melukai bunga

Anak sekolah
mendorong langit ke jurang

1995



MENYEBERANG GELOMBANG
Bima

Setelah malam
siang menjadi pantai

Setelah siang
malam menjadi gelombang

Memandang bayang
menajamkan kuku

Menyeberang
gelombang

Ular
raksasa membelit jiwa

Menyeberang takut
pertemuan

Waktu
memantulkan

"Aku mau pergi
tapi malah kembali," keluhnya.

1995



MENYEBERANG GELOMBANG
Ajisaka

Hari
kembali terutai

Sorban
menenggelamkan

Raja
makan gelombang

Ke hutan, kembali
memandang muridnya

Dua mayat
satu hakikat

"Alangkah luka
menyeberang ha menuju hu,"
katanya.

1995

Puisi-Puisi Fauzi Absal

http://sastrakarta.multiply.com/
SESOBEK ANGIN

sesobek angin mula-mula
mengembara di benua-benua di agama-agama:
sesobek angin!
hanya angin sesobek - "cukup" - katanya
menyayangi namaku. sesobek angin
adalah berita adam terguling

sesobek angin bercengkerama di pelabuhan
berjodoh dengan denyutku
sesobek angin merayakan pelaminan
membongkar kucir lilin menetapkan darah:

sesobek angin membubuhkan berkah kunang-kunang
sambungan nasib moyangku!

sesobek angin memuat kerlap-kerlip ikan
sesobek angin adalah makna
atau taman makna
adalah bahasa arwah.
sesobek angin menemukan mata
menemukan telinga menemukan mulut
memperoleh leher memperoleh kemaluan
memperoleh kegairahan dalam hidupku

sesobek angin adalah berita persembahan
adalah berita mengenai kincir angin di surga



MATA ZAMAN

Mataku ini makin menyala
sebelah jadi bajingan sebelah jadi pelacur
telah semakin sempurna menyamarkan kebenaran
baik dan buruk telah sama-sama percaya diri
pada suatu pesta yang menenung hati nurani

mataku kini adalah sepasang mempelai yang gembira
merayakan keajaiban makna
membuat kota-kota menggeram dan marah
sibuk dan bingung
dengan api unggun yang mencekam
mataku mengembara
merencanakan suatu dunia jadi pasar malam
berdampingan langsung bangunan bordil
tatapannya menembus perahu layar dalam hati kecilmu.
artinya

apakah lilin putihmu yang masih menyala
tahan amukan cuaca?

1995



HALUSINASI DUNIA KELAM

"Di dunia kelam
semua orang ingin tampak jadi pahlawan." kata mataku yang
kelam
"Itu peradaban yang tidak beradab," kata mataku yang
putih
"Kebajikan terbit dengan cara ajaib dan mati secara
gaib," kata mata kakiku
"Ada burung hantu yang suka menakuti kita," kata kaca
mataku yang kiri
"Hei, ada ular membentuk karangan bunga di cakrawala,"
kata manik mataku
"Wah, ada yang menguntit kita," kata bulu mataku
"Ada orang makan orang," kata mata tetanggaku
"Ada yang lihat? Ada orang berjalan dengan kepalanya,"
kata mata penggemar jambu bol
"Hei, jangan Kau tinggalkan daku. Mohon
Jangan Engkau tinggalkan daku," kata doaku yang rabun dan
sembab

1991



OBSESI ESKALATOR

Semua bangunan patah tak sampai pada puncaknya
Karenanya permohonan-permohonan dengan ruangan
berlantai banyak. Eskalator itu meluncur ke bawah
dengan suara mesin berat yang harus kami sangga

Merambat-rambat di udara yang dindingnya berkapur
garam. Sedikit banyak kami adalah rombongan
cacing yang akhir-akhir ini tersedot
Terdorong jadi rakus
Kami sudah mengenakan helm menyibukkan lalu-lintas
di parit-parit di lembah-lembah dan bukit-bukit
dan di segala penjuru saluran industri

Kami bernafsu besar tinggal landas dari lantai
paling bawah. Apa yang selalu kami ingat
adalah sejarah. Kami adalah tokoh-tokoh sejarah
dengan dinding-dinding garam. Bahkan gunung, bukit
dan langit bergaram terus-menerus meneteskan
garam industri

Kami terus-menerus di sini seolah sembuh
semangat kami. Kami sudah mengenakan helm
Tapi eskaltor itu meluncur ke bawah
dengan peralatan berat yang harus kami sangga

1988



CATATAN DARI KASONGAN

Membangun wilayah, menekuni tanah liat
Ada ia, menyambung sejarah warisan leluhur, yakni
Memahami impian bumi pertiwi
Sembari bertegur sapa dengan irama pariwisata
Atau kata Gibran: "Mencintai kehidupan dengan bekerja"
dalam ayunan sang nasib yang beringas
Ia rumuskan kehendak zaman elektronik-informatika
dalam bentuk-bentuk patung gerabah komuditas
Ada naga ada jago ada gajah ada katak
atau celengan masa depan dipoles aksesori
namun betapa aroma tanah liatnya:
Bertautan antara kerajinan dan cocok tanam
Superman atau ksatria baja hitam tidak menjadi obsesinya
Barangkali karena tidak perlu
mengganggap zaman ini penuh dusta dan kekerasan
Sumeh saja seperti menghadapi tustel-tustel dari kota besar
yang banyak maunya
Lakoni saja pandom kehidupan yang nyasar-nyasar mau ke mana

Di tengah-tengah jagad manusia yang ngendon polutan
Masa depan toh masih terjaga dalam semilir setiap adzan
menghampar ladang dan pebukitan dengan
palawija dan jewawud padi-padian
‘Palagi perjuangan mengisi kemerdekaan
tak ‘kan pernah ada habisnya
Dan jantung kota Malioboro yang jauh di sana
Bukanlah puncak nomor gencet-gencetan.
Ya, membangun wilayahnya, membangun jiwanya
memahami tanah litany

1995

Puisi-Puisi Hamdy Salad

http://sastrakarta.multiply.com/
SURAT-SURAT UNTUK BERKACA

Dan dunia telah dibenamkan para raksasa
ke dasar benua. Laut berlumpur hitam
menghisap cahaya dari cincin matahari
mengaduk luka dan air garam
dalam bencana yang tak pernah selesai

Doa dan dupa, mantra dan sesaji
tak juga sampai ke langit tinggi
menggumpal di udara kelam
bagai awan yang gagal menjadi hujan
tubuh dan jiwa bersembunyi dalam keluh
berpisah diri dengan semesta paling inti

113 surat dalam kitab keabadian
menuliskan martabat cinta
bagi manusia yang berkaca. Bacalah! Bacalah!

2001



SENJA DI ATAS MENARA

Dan bergeraklah senja. Fasabbih, fasabbih!
menyeberangi segala sungai yang mendidih

Matahari berambut pirang, mengirim usia di perbatasan
tangan-tangan saling berebut bagai puncak menara
dalam remang, menjulurkan rasa takut
di antara gema adzan, ayat suci dan panggilan maut
yang bergulung menuju pelangi di langit baka

Maka badai tak kunjung reda untuk berdoa
dan kembali ke dalam mimpi yang lebih purba

Kemarilah wahai pedang khalifah. Tebas leherku!
nyalakan api neraka yang telah padam
di sekujur tubuhku. Bakarlah semua gairah
sampai surga menjadi kosong dalam darahku
dan dunia tak lagi pilu kepompong batu

2002



KERTAS PUTIH PENYAIRKU

Buka mata tulipmu! dan ceraplah warna tinta
sampai huruf dan kata-kata menjadi sirna

Dari pelipis kirimu, kertas putih menari
berpendaran bagai batu-batu granit
penuh beban: meja marmer yang pecah
patahan tulang, gigi palsu dan rambut perak
terlempar dari tempat asalnya
di udara fana. Setitik embun menguap
dan sembahyang bersama terik matahari
tapi jiwamu masih saja pengap dan beku
walau musim semi telah menyergapmu

Maka berlarilah engkau, wahai penyairku
Fafirru, fafirru! Kitari sumbu api di dekat jantungmu

2002



KUKIRIMKAN MAWAR CINTA

Aku ingin kembali menjadi bayi
menyusu rindu pada puting abadi

Seperti angin lalu pada setiap musim
kukirimkan mawar cinta
ke dalam rahimmmu. Wahai kekasihku!
sepenuh waktu aku berdoa dan mengaji
di gigir malam paling sunyi
kubiarkan bintang-bintang berlayar
mendayung perahu
menuju muara tak bertepi

Kulintasi api dan cahaya!
mendaki rindu di bukit cinta

2003



WAKTU DOA DI PAGI BUTA

Waktu doa di pagi itu, di antara lumut hijau yang beku
aku terbangun dan gagap, kata-kata jadi lenyap
tak ada lidah untuk bertanya pada segala
kenapa gempa dan ombak itu bergolak
menangkup rahasia el-maut di tengah kota

Lalu aku berenang di sela batu karang
mengembangkan sirip waktu dan kesaksian
seperti ikan mencari cahaya di tengah gelombang
ketika air garam mengencangkan otot-ototnya
menjalarkan rasa perih ke seluruh tubuhku
sampai aku tak berdaya di gigir pelabuhan
mendengar gema adzan dari pucuk pepohonan

Dan subuh telah berpisah dengan matahari
gelegar badai menggulung perkampungan
juga lembah dan daratan di sepanjang pantai
berjuta luka menjerit dalam kegaduhan
jiwa-jiwa mengukuh di antara benda yang rubuh
lalu berdiri dan berdoa untuk terakhir kali

O laut biru, sungai biru
dzikir air yang mengalir
bawalah syahadat kami
menuju langit Yang Tinggi

Begitu cepat, serupa kilat menembus gelap
kematian berguling dari lantai ke dinding
jasad-jasad berbaur dengan lumpur
mengaduk rasa pilu di bumi subur
cinta, derita dan airmata
membawakan mawar pada semua
sampai cahaya kembali bersinar
di atas kubah dan menara

Masih adakah tasbih laut-mu
untuk mengenang doa terakhir di pagi itu?

2005



WAKTU API MEMBAKAR RINDU

Engkau api dan hujan di musim semi

Waktu api membakar rindu
separuh tubuhku jadi belerang
arwah cinta bangkit kembali dari kuburan
mengirim bangkai para pengkhianat
dalam tengkorakku, dada merah jambu
jenjang leher angsa penuh bulu
menari bagai panas tanpa bayangan
meremuk daging dan tulang nafsu
antara tidur dan mimpiku

Engkau api dan hujan di musim semi

Waktu hujan menyiram rindu
separuh tubuhku menjadi ladang
tempat bersemi segala pujian
tak ada cinta yang berjamur di dada
kalimat tanpa jasad, pohon dan bunga
mencari jejak semesta di tengkukku
daun-daun menghijau dalam keemasan
menanggalkan duri dari tangkainya
antara hidup dan matiku

Engkau api dan hujan di musim semi
matamu kilat menembus dinding batu
keringatmu parfum sepanjang hari
separuh jiwaku menjadi abu
separuhnya lagi jadi tanaman

2006



LAYAR KOSONG

Aku mati jadi mineral
ruh pun berlayar
menuju ke tempat asal

Kecapi abad tak terdengar lagi
lenyap segala dalam riuh dunia
bangkai-bangkai babi
sejarah satu mata
jadi beban di bumi

Anak bangsa bermimpi
terbang tanpa sayap
munuju ke langit tinggi
melintasi gugusan asap
pulau-pulau dan hutan api
mencari jejak katulistiwa
dalam neraka lima benua

Layar kosong
kata-kata gosong
penyair pergi
menyusur kolong
di negeri sendiri

Rubuh kota dalam gempa
raga dan jiwa berpelukan
mencari silsilah keabadian

2006



DOA SEPASANG GANGGANG

Seperti batu dibanting rasa cemburu
anak cintaku terguling dari ayunan
menyulut jerami di antara tidur dan jaga
hingga asapnya memenuhi pipa paru-paru
dalam dadaku – sepasang rusuk mahligai
menilap radang kata dari lembaran buku-buku

Satu menghilang di cermin
mendekap bayangmu tanpa yang lain
dari mula sampai akhirnya

Aku pun mengaji dan keluar dari lubang jeruji
menjadi tukang las di gerbang pintu rumahmu

menyambung ruas baja dan potongan besi
dari masa lalu – leleh keringatku kolam ikan
tempat berenang sepasang ganggang
menjaga rinduku sepanjang siang dan malam
mengusap airmata doa – mengucap doa airmata

Lalu gerimis menghilang di udara fana
tak ada gunanya pipi lembab dan batu nisan
jika tangis bergema hanya sampai telinga

Maka kulepas gelembung duka itu dari semestamu
dari lingkaran usus duabelasjari di lambungku
saat cinta mengikat kembali sayap-sayapnya
di punggung rindu – aku berdiri tanpa beban
memanggul kenangan dari segala penderitaan
berjalan dan terus berjalan di sisimu selamanya

Apalagi yang masih sembunyi -- kekasih!
sebab jejakmu telah tergambar di telapakku
dan darahmu juga mengalir dalam resahku

2007



ORANG PESTA DI BALIK PUNGGUNGMU

Kilat pedangmu menusuk dadaku
berulangkali – aku tersungkur dan berdiri
meliuk bunga matahari tanpa angin
sendiri – membentang pelangi
rajah senja di halaman rumahmu

Mengucur juga akhirnya darah cintaku
merembes ke tanah jadi bayangmu paling indah

Dan biarkan luka itu menganga
bagai mulut si bayi merindukan airsusu ibunya
di ceruk malam – mengisap cahayamu
sampai bulan dan bintang terasa ngilu
sekujur tubuhku – tisikan tato menghitam

Lalu aku bermimpi orang pesta di balik punggungmu
menyantap gulai dari jantung dan hatinya sendiri

Hutan dan taman terbakar – anak waktu terkapar
barisan asap merapat – mengusung lencana
dari ruang diskotik dan kamar mayat
kakek nenek mati bersama – para pahlawan
menjelma arang dalam tungku perapian

Kembali nyeri dadaku membaca surat-suratmu
mengeja kata cinta yang berkilat di langit senja itu

2007



BULAN PECAH DI KOTAKU

langit kaki
bulan pecah di kotaku

Gerak bumi menggerus dinding batu
menyusuri jejak kaki rumah-rumah tua
di antara kilat dan cahaya kematianku

kapak berayun
membelah dada kegelapan

Darah putih menyembur ke empat penjuru
menggulung perihku tanpa gugusan bintang
seratus tahun menghilang dari gundukan waktu

keluh berbaris
mengusung keranda tubuh amis

Kubur-kubur menganga seperti jalan berlubang
saat sunyi memburu bayangku di tengah malam
dari kekosongan menuju kekosongan

sembarang mimpi
di atas ranjang kawat berduri

Lalu surut menggigil dalam selimut warna bunga
rasa pahit butrowali menjelma gula di lidahku
betapa manis duka itu jika ditelan bersama getahnya

2007

Puisi-Puisi Fati Soewandi

http://www.kompas.com/
MEMBELAH MALAM
: Kuta

nelayan itu melupakan lautnya
membelah malam yang menjadikan sauhnya tawanan
ombak dan pasir menciumi wajahnya
bangkai hujan

aku melihat petir dan kilat
di sepotong siluetnya
mendengus panjang menunggui cakrawala bengkah
hingga mengguyurkan huruf-huruf langit
agar bisa ia menyumpahi kenakalan cuaca
yang memulas kisahkakinya dengan dingin
jadi pijakan paling renta

cericit anak-anak camar merestui permainannya
membelah malam dan cahaya bulan
dengan kesepian kenangan
bagi rasa sakit baru yang diperamnya diam-diam
kelak, waktu memutarku hingga mengasap di sini,
pada karang ini
yang dipahatnya jadi wajahku pagi
mataku rasi

Bali 2004



KAU, ENTAH

kau lepas tanganmu
tak mengajariku telanjang menyentuh wujud keibuanku
dengan patahan-patahan oda perempuan
jejak hati yang menegas kaubiarkan menistakan nyalangnya pengabdian nurani
sendiri
kauranggasi setiap benih ruh yang baru kutanam di rahim langit
yang asing dan dingin. kodrat apa kuwarisi dari para pengagum kegagahan wujudmu sedang sama sekali tak kautinggalkan surgamu
di tanahku
sabda-sabda tanpa tuah
sampai kapan kaulucuti ari-ari di tubuhku

2004



KETIKA AKU KEHILANGAN KAU

ketika aku kehilangan kau
percakapan belum selesai membahasakan batu
di antara asap kretek dan aroma arak
setiap kalimat yang kita bangun menjelma seluruh kebesaran
kisah purba para pujangga cinta
me(mper)mainkan rasa khayali
dekat perapian
kau menagih bunga hujan yang kupinjam
untuk sajak leluhurku yang kerontang
tidakkah aku memintal kembali keindahan sebuah perjumpaan
yang mengupacarai sendiriku

2004



PERSEMBAHAN

kupanjatkan serapah di antara mantra dan sesaji yang menjadi bangkai
lantaran upacara mulai mempermainkan rahasia para dewa

inilah persembahan terakhirku
ketika para pemangku tak bisa membaca peta doa
di ronce-ronce janur muda

di Pura-Pura
tinggal abu sepotong
abu yang dulu memeriahkan kepulangan bahasa leluhur
dengan wangi wajahnya. siapa menyembahyangi tubuhku

Bali 2004



SEJARAH SEPIKU

inilah bagaimana engkau menghangatkan sejarah sepiku
menirikan bunga-bunga kuil yang mengantar wajah batuku
jadi embun
aromanya memanggil matahari,
membunuh mimpi.
kutarikan geliat keterpurukan
kesunyian menggayut pada tanda lahirku
menggugurkan suara para pengempu syairku
membungkam arus angin pencerahan
kaubenihi nafsu yang koyak
menari telanjang
menjadi kutukan

pada rahim yang kuerami
sebuah pilihan hidup telah tercuri

Surabaya 2004

Puisi-Puisi Slamet Widodo

http://www.kompas.com/
Puisi seorang ndoro untuk babunya

Minah…
kamu sudah lima tahun nderek ndoromu
sudah saya anggap jadi keluarga
Pada hari raya nanti
Kamu saya belikan kalung emas 5 gram
Sebagai penghargaan atas loyalitas pengabdianmu
Tapi saya minta kamu tidak pulang
Nanti saya kasih tambahan hadiah satu kali gaji"
Minah tidak memberi jawaban
Tapi raut mukanya jelas menyatakan penolakan

Para babu ketika lebaran
Susah ditahan untuk pulang
Susah diajak kompromi untuk berbincang
Tak mau diiming imingi uang
Menahan pembantu pulang
Seperti menahan gelombang pasang
Percuma ........ia pasti pulang kandang

Tanpa babu kita memang kelimpungan
Tanpa babu para ndoro kelihangan keseimbangan
Akhirnya para ndoro mbaboni
Masak seterika dan cuci sendiri
rasanya kesel sebel capek dan pusing
Anak-anak, suami dan isteri kekompakannya diuji
Akhirnya berantem saling iri

Tiga hari sebelum lebaran
Minah nekat pamit pulang
Rambut disasak model lohan
Kacamata cengdem warna hiitam
Pakaian nya merah menyala agak kusam
Hp barunya dikalungkan
"ndoro saya pulang….."

Setelah lebaran
Babu ditunggu babu diharap
Janji janji tinggal janji
Tanggal datang tak ditepati
mbolos kantor bakal terjadi

Dapat babu baru
Belum tentu cocok membantu
Masih bodo telmi dan lugu
Harus diajari berapa minggu
Salah dimarahi, kabur tak tentu

Saya kirim sms ke Minah
“Kapan balik lagi saya tunggu”
Minah menjawab sms
“Maaf Ndoro, saya lagi honey moon jangan diganggu”

Jakarta, 28 September 2008



puisi babu kepada ndoronya

ndoro saya pulang dulu
setahun sudah berlalu
inilah kebahagiaan kami para babu
jangan... jangan halangi aku

saya musti pulang
ketemu para kadang
kangen simbok kangen bapak
juga pak lik bu lik dan adik2

babu itu juga manusia
biarkan sementara
kami bebas maki dan cerca
bisa pamer handpone didesa
"ndoro kalau perlu sms saya"

ndoro..selamat menggantikan tugasku
mencuci piring .mencuci baju.. menyapu
menyiapkan makan.. menutup pintu
maaf aku pulang kapan semauku
selamat menggerutu

lebaran adalah hari raya para babu
hari hari sengsara ndoro ndoroku



Guantanamo

Di sebuah tempat
di teluk guantanamo kuba
di luar jurisdiksi amerika
digunakan untuk penjara
untuk menghukum teroris dunia

Bila penjara itu di wilayah amerika
jelas melangar undang-undangnya
sebuah plintiran rekayasa
menyelesaikan sementara
tapi sorotan tajam ham dunia
tak pernah melepasnya

11 september 2002 tahun rembulan
amerika sang adidaya dipermalukan
world trade center lambang kedigdayaan
oleh osama bin laden diledakkan

Dua pesawat bajakan ditabrakkan
dua gedung seperti krupuk dihancurkan
merasa kebingungan dan dilecehkan
genderang perang langsung dinyatakan
melindungi warganya dari ancaman

Orang-orang tak berdosa mati sia-sia
dua ribu orang lebih jadi korbannya
tergencet beton terpanggang api
mereka mati sia-sia

Tindakan preventif berlebihan dilakukan
perang lawan terorisme dicanangkan
penggeledahan dilakukan
balas dendam diproklamirkan

Sebuah penjara
untuk para tersangka disiapkan
yang dicurigai dicomot dimasukan
tanpa proses pengadilan

Para tersangka itu
diminta untuk mengaku
segala cara dilakukan
segala cara dihalalkan
dalam perang hanya dua pilihan
menembak atau ditembak

Para tersangka itu
dengan rayuan atau kekerasan
diminta memberi kesaksian
metode teror diterapkan
bila seseorang takut kegelapan
di ruang bawah tanah is dimasukkan

Bila pesakitan belum mengaku
dengan setrum disiksa sampai pingsan
dengan jepitan dibuat mengerang-erang
dengan pukulan badan jadi biru lebam
kesakitan fisik akan melahirkan pengakuan
yang tak bersalah bisa bisa mati duluan

Bila tetap tak mengaku
dokter dan psikolog didatangkan
pesakitan diperiksa dan dicari kelemahan
dokter yang sumpahnya menyembuhkan
justru memberi sakit yang berlebihan
di sini tak ada hukum
di sini tak ada ham
yang ada balas dendam
dan luapan kebencian

Amerika bilang mereka teroris
mereka bilang amerika teroris
kita tak tahu siapa yang teroris
orang-orang mati dan carat berjatuhan
orang-orang tak berdosa jadi korban
ohh...saling balas dendam
kenapa selalu terjadi dalam kehidupan?

Penindasan melahirkan ketakutan
ketakutan melahirkan kenekatan
sehingga mati bunuh diri
bagi si tertindas adalah kebahagian
karena dapat melepaskan
katup dendam dan kebencian

Mereka yang dilepaskan
luka batin menggores sukma
sakit hati tak mungkin diobati
balas dendam tiap saat dapat diledakkan

Guantanamo
yang teroris sebenarnya siapa?
guantanamo
monumen kebencian dan balas dendam
Guantanamo
monumen hak asasi yang dilecehkan
oleh negara yang menganjurkan demokrasi

Bom bunuh diri tetap saja berdentuman
korban orang-orang tak berdosa berjatuhan
guantanamo tak pecahkan permasalahan!

Jakarta, 21 juli 2005



Palu Keadilan

Ketika pekerja pukulkan palu
tembok bata hancur jadi debu
palu pekerja hasilnya pasti dan tentu

Ketika hakim ketukkan palu tembok keadilan adakah di situ?
belum tentu

Mencari keadilan yang sesungguhnya
di belantara penuh mafia
hanya menguras tenaga dan harta
kalau kita tak kuat.... kita jadi gila

Lihatlah polisi, pengacara, hakim, dan jaksa
dengan leluasa merampok keadilan kita
budaya menyogok menangkan perkara
budaya disogok oknum-oknumnya
membuat peta keadilan bergeser jadinya
calo-calonya gentayangan di sekitar kita
apakah keadilan itu hanya miliknya
pengusaha-penguasa dan calo perkara?

Melihat palu di pengadilan
kita seperti melihat hantu
seram...menakutkan
palu di pengadilan
seharusnya menjadi malaikat penyelamat
memberi rasa aman dan tenteram

Palu itu sendiri merasa
dirinya sangat tersiksa
merasa sangat berdosa
selalu jadi alat pelaksana
menjalankan pekerjaan mafia
dan tak bisa menolaknya!

Palu ini berharap
ada perubahan mendasar
konsep hukum peninggalan penjajah
sesuai kemajuan zaman
menjerat kejahatan kerah putih yang belum terjamah oleh hukuman yang setimpal

Palu ini berharap
sebuah sistem akurat
pengawasan melekat
dan kontrol masyarakat bisa jadi penyelamat

Ketika palu diketuk
untuk perkara yang adil is terharu
masih ada keadilan di negeriku

Palu itu melihat tanpa-tanda itu
bertahap ada perbaikan satu demi satu pemberantas hidupnya was-was
tanpa dukungan kita pasti kandas

Melihat palu di pengadilan di sini
rasanya pingin semua kita curi
lalu semua kita ganti
tapi apakah gantinya nanti
tidak terkontaminasi?

Jakarta, 22 oktober 2005



Tempe

Dianggap sepele
manfaatnya gede
bahan bakunya kedele
diberi ragi menjadi tempe

Orang jawa menemukan
orang jepang mematenkan
kita bingung kan?

Tempe digoreng...sreng hangat dilahap...hap gurih
disantap...tap cabe
dikletus...tus
dimakan lauknya luwe aduh enake!

Bila istrimu galak
pingin jadi jinak
berilah makan tempe

Bila suamimu ganas
supaya tidak beringas
berilah makan tempe

Bung karno bilang
jangan jadi bangsa tempe
jadilah bangsa gede

Sekarang aku bilang
jadilah bangsa tempe
asal di dunia perannya gede

Bangsa tempe
menyehatkan diri sendiri
asal jangan jadi bangsa memble
melarat tak apa asal pede

Bila kita makan tempe
irit pengeluaran
baik untuk kesehatan
beri banyak lapangan pekerjaan
jadi makanlah tempe!

Jakarta, 4 maret 2005



Ciliwing Teater Orkestra

Samar-samar terdengar suara azan pagi
dan radio transistor melantunkan jali-jali
di sepanjang ciliwung wilayah dki
selalu ada upacara ritual terjadi
lelaki clan wanita bergegas pergi
di tepi kali mereka berhenti memelorotkan celana...ah uh ah uh lalu sunyi

Kemudian terdengar bersahutan bunyi-bunyi
dut...dut...bret...plung ..plung...
suara musik berbunyi dut...dut...bret...plung...plung...
suara musik bernyanyi
kombinasi bunyi angin terjepit
dan bunyi benda kuning jatuh di kali
riuh-rendah bagai simfoni
tiba-tiba "bluung"
bunyi anak ngintip kecemplung kali

Samar-samar terdengar suara azan pagi
dan radio transistor melantunkan jali-jali
bebek riang beryanyi "kwek kwek kwek kwek"
ayam jantan berkokok "kukukuruk kok"
burung gereja bernyanyi "cit cit cit cit"
anak anjing berantem "kaing kaing kaing"
anak-anak mandi "byur byur byur byur"
sambil menabuh ember dengan gayung "breng breng"
ibu mencuci pakaian "pyok pyok pyok pyok"
"cuuuuuuuur" bunyi air kencing jatuh ke kali
"ngeoong" bunyi kucing kawin serangan fajar di pagi hari
dan "hap" bunyi ikan lele menyantap tahi
riuh-rendah bagai simfoni
tanpa malu-malu ibu-ibu telanjang mandi "byur byur" tiba-tiba "bluung"
bunyi bapak ngintip kecemplung kali

Di atas jamban asap rokok mengepul pelan
yang lelaki
menutup hidungnya dengan jari
sambil mendekap burungnya dengan tangan kiri
yang wanita menutup auratnya di tempat tersembunyi
sambil melamun menikmati bau tahi

Tiba-tiba ada yang lari sambil memegang perut
dan di tepi jamban teriak "cepetan perut gue sakit"
dari dalam teriak "sama dong"
"wah gile, gue jadi kecerit nih"
dari dalam teriak lagi "sama dong"
"gue ngeri nih, ini celana dalam babe gue"
"mendingan, ini celana dalam pacar gue"
akhirnya dua celana dalam dibuang ke kali
gara-gara gado-gado mak indun
satu rt mencret berkali-kali
dan celana-celana dalam berurutan mengapung di kali

Orang bule itu bilang
"oh my god ... fantastic
we see something different"
ia ngomong beneran atau ngledek kita tak tahu
"oh my god ... fantastic
what kind of perfume we smelt
a unique thing i have never smelt"
saya jawab tegas
"i thing it's combination smelt jasmine and tahi"
"what is tahi"
"it's something like ajinomoto"
biasanya kita ditipu bule, kali ini bule kita kibuli

Dengan celana pendek dan pakaian kumal sekali bule-bule gila sarapan pagi di tepi kali
sambil menyantap ikan lele goreng tadi
saya tanya padanya "is it delicious?"
"oh yes, of course and very chrispy"

Kali ciliwung dalam guinness book of record
ternyata telah tercatat
sebagai wc terpanjang di dunia

Kali ciliwung dalam peta teater dan musik alam
ternyata menyimpan musik orkestra
yang paling unik dan ganjil di dunia.

Jakarta, 10 juli 2006

Puisi-Puisi Ni Putu Destriani Devi

http://www.kompas.com/
Tata nini pon-pon:
Wibi

Tata nini pon-pon,
Bawakan kakak
kuda kayu yang bergoyang
di masa kanak dulu
Jadikan kakak boneka kelinci
yang kau peluk di tepi senyum mungilmu

Tata nini pon-pon,
Jangan nyanyikan cicak-cicak di dinding lagi
Jangan menirukan suara cicak lagi

Bergoyanglah lagu tata nini pon-pon untuk kakak
Lagu yang kakak nyanyikan untukmu

Tata nini pon-pon,
Tunjukkan tari perut yang membuat semua mata tertawa

Di badanmu yang gendut,
Ada beribu permen karamel yang tertinggal
Di ponimu,
Tersembunyi balon warna-warni serupa pelangi
Di tawamu yang berlarian
Ada masa riang ayah dan ibu yang hilang



UNTUK SI MATA SIPIT

Di bawah selimut bibir merah
tersembunyi surat si mata sipit
yang terjepit misteri dirambutnya

Geraknya di ayuni senyum mungil
entah kemana
bahkan tiap cermin melukiskan haru
dan terselip di langit biru
untuk lelaki yang entah untuk siapa?

sejak hujan menengadahkan kagumnya
angin-angin tak lagi menangis
payung-payung tak lagi menari
semua sajak jadi musim semi
di senja yang sendiri

aku dan catatan kecil tentang bola-bola yang melayang
melamunkan hari-hari yang menghilang



SAJAK UNTUK PERAWAN PERAGU

Aku perawan suci
yang menyeka gerimis itu

Di balik senja yang retak
Pagi selalu datang terlambat untukku

Apalagi yang harusku lukiskan untukmu?
Sepotong roti yang membuatmu jatuh hati?
atau dua buah bantal?
dan aku hanya berlari-lari kecil diantaranya

aku ini perawan suci
entah sampai kapan

semua dosa ku lebur jadi doa
semua kata ku tulis jadi nyata

semua lelaki tunduk meraih tanganku

kini aku perawan sepi
rindu dipuja lelaki
dan kecupan duniawi

merpati-merpati pulang bersama ceritaku
gaun merah menunggu
serupa apel yang layu

aku perawan suci?
Entah sejak kapan



SEPARAS PERTIWI (II)

Di samping sungai
Tanpa setetes letih
Wanita-wanita memusungkan inginnya
menuliskan hari-harinya di atas kaki-kaki kecil anaknya

Di tepi senyum
yang menetes di bibir
mengalir tawa anaknya
Menjunjung paras-paras
Menggali serpihan pasir kali
menggali lagi nasib

Telapak surga yang orang bilang,
Menelanjangi anak tangga yang becek
Menjunjung paras-paras yang mengeras
serupa garis tangannnya

Inikah negerimu?
Inikah paras-paras serupa wajah ibumu?

Wanita-wanita penjunjung paras
Menggandeng masa kanak si bocah,
Berharap sang ibu kembali
Pulang dari menjunjung parasnya



Aku Lapar

Kapan kertas-kertas ini akan jadi sepiring nasi?
Aku sungguh lapar
Seandainya ada seorang kekasih
Datang dan membawakan aku sebungkus coklat

Tapi laparku berbisik:
Coba kau lempar saja kertas-kertas itu
Mungkin saja akan jadi secangkir coklat hangat

Mengapa aku harus selalu diingatkan
tentang surat-surat?
atau kertas-kertas?
Mengapa tidak ada yang mengingatkan aku
untuk makan siang
atau menulis sajak?
Seandainya semua angka-angka
Dan huruf-huruf ini
Memasakkanku semangkuk hangat rasa kenyang
Entah berapa sajak lagi yang bisa ku terbangkan

Selain sajak yang lapar ini




Untuk sajak cinta (II)

Aku mencintaimu,
Maka tak ada sajak lain selain dirimu

Tiga atau enam tahun bukan masalah bagiku
karena menunggu selalu menemaniku

Aku tak tahu sejauh apa hatimu
Atau sedalam apa letihmu
Tapi aku selalu menyediakan beranda bernama kerinduan

Dari sana kau bisa lihat,
Seberapa dekat bibirku
Dan begitu dalamnya pelukku

Bahkan bila beranda itu telah hanyut
Kau bisa menemukanku ditiap kata-kata cinta yang ditulis penyair
Di tiap senyum yang di titipkan matahari untukmu
Atau wangi hujan yang membalut daun-daun

Hanya karena ku mencintaimu,
Maka tak ada sajak lain selain dirimu



Kecoa diantara Lukisan

Kecoa diantara lukisan
Terkurung antara dialog-dialog warna
Matanya yang melukiskan kagum
Seolah sedang memahami biru yang luntur
Disudut kanvas

Tiap orang bergilir membacakan sajaknya
bergilir bercerita tentang cintanya yang sendiri
atau akan sendiri

Sementara tak ada seorang yang tahu,
Gerak kuas yang mulai menari

Berlari diantara sajak
Dan jatuh disela kanvas
Memuntahkan semua kata-kata
Dan masuk ke sumsum yang paling dalam

Tak ada yang menyadari,
Kecoa kecil itu kini luluh
Jadi tetesan
Di lukisan



Pagi Ini

Pagi ini,
Hujan menyanyikan lagu cinta untukku
Untuk kekasih yang tak ingin sekadar tubuh
Untuk kekasih yang tak ingin sekadar tidur

Cinta akhir tahun di tepi lukisan malam

Aku ingat saat pertama kali kau melambai,
dengan getir suara
yang membutakan semua lampu-lampu jalan
Entah sudah berapa lagu ku masuki
hanya untuk menemukanmu
tapi kau selalu menyembunyikannya
di balik kaca mata itu

hanya tidur yang bisa membuatku sedekat itu denganmu
karena mimpilah,
aku bisa membuatmu berpeluk di pangkuanku



Untuk Hujan (2005)

Hujan, bermimpilah tentangku
Izinkan aku untuk mengirim rindu
Dan jangan tolak kue yang ku buat basah untukmu ini

Tolong biarkan aku jadi bagian dari tidur nyenyakmu
Bahkan jadi liur atau dengkurmu
Biarkan aku membacakan sajak ini untukmu

Ada banyak sajak yang telah ku tulis untukmu
Sebanyak inginku untuk bertemu denganmu
Maka izinkan aku untuk jadi mimpimu di hari Minggu
Karena mungkin hari-harimu
telah kau sediakan untuk mimpi gadis lain

ada banyak senyum yang beku
ada banyak kata, banyak pinta
banyak riang yang telah beku
yang tak sempat ku samapaikan untukmu

maka izinkanlah aku
untuk jadi mimpimu



Terimakasih Hujan
(karena telah membawa kembali dirinya)

Hal yang paling ku banggakan dalam hidupku
adalah mencintainya
Dia yang datang membawa senyum baru untukku
dan kini pergi dengan senyum itu

Aku ingin kembali dan jadi diriku yang lalu
Bersama jemu
yang membuatku rindu akan lelahku
apa artinya airmata
jika ia bisa membuat suara langkahnya kembali
aku tak peduli seberapa banyak yang harus ku bayar
untuk memimpikanmu

‘Rumahku surgamu”
Selembar doa untuk hujan
Semoga suatu saat nanti aku masih bisa mencintainya

Ini cinta sederhana untuknya,
dan dia tak akan pernah tahu

Puisi-Puisi Marwanto

http://sastrakarta.multiply.com/
Sendiri di Malioboro

Malioboro di waktu malam
menyeretku berkenalan
dengan materi dengan kepalsuan
Sementara teman-teman di sampingku tertidur
keenakan – mengunyah permen karet dari pedagang
kaki lima, yang menawarkan bersama senjata
Lampu-lampu jalan kutatap menimbulkan tanya
tanya dan selaksa tanya

Namun kapan kutemukan jawaban
di tengah-tengah orang yang takluk pada benda
Kulanjutkan pertanyaanku, pada lampu ukir, kantor
pos besar, monument Serangan Umum, gedung Bank Indonesia
:Sejarah bagai keset menyambut di muka pintu
Selanjutnya di dalam ruangan, pesta pora mencincang saku

Yogyakarta, 1992



Langgam dari Temanggung
-untuk Nur Hidayat

Dingin dan keramaian
membaur di cemara-cemara kota
Dan kita yang bertiga
semestinya bertukar nyanyian

Lihatlah penjual martabak itu
masih setiap membanting-banting gandum
Di sela-sela orang berduyun
Kusempat menggores sajak baru

Saat besok lampu-lampu kota kutinggalkan
biarlah nyanyian itu selalu tersimpan di hati
sampai rambut kita beruban

Temanggung, 1994



Setia

(Kadang-kadang hari harus dilalui dengan hampa
kadang-kadang waktu melontarkan kekosongan)
………….

Maraknya bunga di belantara
seperti juga tetesan embun di kaca jendela
tak harus diucapkan
Gurun dan oase masih saling setia

Sukoharjo, 1995



Menaksir Waktu

Pagi adalah lapang dada
yang mesti diterima dengan sederhana
dan tanah yang basah
mengawali hari menuju payah
bagai anak-anak menyimak dewasa
tak luput dari petuah

Apakah waktu…
seperti yang kita angankan pada jarum jam
seperti yang ditunggu orang tua dan kereta berjalan

Tawangmangu, 1996



Keluarga Gerilya
-untuk Witaman

Kita kembali berkumpul di sini
sebuah ruang sederhana
diapit bank menjulang tinggi
kemudian di akan itu
supermarket angkuh dan fana
menindih saku

Kita masih kerasan di sini
Bukan apa-apa; ini tanah kita
Semata, yang waktu hujan
Menentramkan angan-angan
Ketika terik, matahari menuntun
Kita berpekik: "Tuhan, kami
Tak punya apa-apa
Semua di sini seperti gerilya"

Waktu demi waktu
Tak dapat dieja

Sagan-Yogyakarta, 1996

Puisi-Puisi Iman Budhi Santosa

http://sastrakarta.multiply.com/
PUISI PAGI SEORANG PENGANGGUR

Tuhanku
hari ini tak ada yang tercatat dalam buku
tak ada ruang terbaik buat menunggu
tak pernah lagi hari-hari kuhitung
batu-batu lelap menatap
lewat jendela yang terbuka
terdengarlah senantiasa teriakan-teriakan
gemuruh roda-roda kehidupan
yang digerakkan tangan-tangan
kembali aku pun mengaca pada diri-sendiri
ketika Kau tetap bernama Sunyi
ketika segalanya hadir: puisi.

Tuhanku
hari ini untuk pertama kali
kuucapkan pada-Mu: Selamat Pagi
sebab, ketika hari bulan terus juga memberi
senantiasa aku pun merasa
hidup memang bukan milikku pasti



SEPOTONG WAJAH

Dari atap dan jalan-jalan kota
membidik masa lampau
indahnya semua yang indah
bertindak aku tak hendak dipandang salah
meski kasar mengusir
ditinjau tetap berdesir apalah penyair
di hulu batinnya, di hilir mata segan menerima
Seorang bertahan terhadap perlambang cendekia
Seorang bertahan rahasia mimpinya

Jangan kasihani kami, di mana-mana
biarkan tegak, sendiri
hingga tenggelam seluruhnya
kembali dahulu kanak tiada Nama dikenal
atas daunan gemetar dipandang saja Dunia
dunia yang nakal

1972



SEMALAM DI ASTANA SAPTARENGGA IMOGIRI

Tinggal cungkup setia memayungi
masih saja mendaki bila mendekat
telanjang kaki, sembunyi
di balik seragam abdi kerabat

Tak adakah yang lebih tinggi
dari hamba sahaya
lebih bersahaja dari tahta
menyambut anak-anak zaman yang berbeda?
Padahal, Sunan dan Sultan telah bersalaman
dengan jengkerik, dengan burung-burung malam
bersahabat dengan ulat tanah
yang menghabiskan jasad dari sejarah

Aku termenung menyaksikan agathis alba
tirus melengkung, mengepung
Saptarengga, dan warung
menjajakan tikar pelita
semalaman berjaga
menunggu tuah itu menetes
serupa es
membasahi
kerongkongannya

1979



PERTAPAAN BONEKA

Biarkan sesekali anak-anak mengenal api
belajar menari sambil menarik pedati.

Mengejar bukti kelahirannya bukan sekadar mimpi
meskipun akhirnya harus mengepak meniru merpati

Biarkan mereka bertanya sejenak sehabis mengaji
mengenai sungai susu yang di sorga
atau matematika, sebelum kembali menjadi boneka
di rumahnya; biara bagi calon pendeta
penginapan anak-anak manja

Biarkan mereka memahami jengkerik berbunyi
disebabkan gesekan sayap dan kaki
bagaimana ular berganti kulit pada pertapaannya
yang tersembunyi, ataupun mengintip jantung pisang
yang ke luarnya senantiasa malam hari

Pada saatnya nanti
biarlah mereka mendengarkan sendiri
kebenaran dan ayat-ayat Tuhan
yang diterimanya dalam Sunyi

1989



JANDA PENJUAL SAYUR IMOGIRI-YOGYA

Malam ia sudah merancang
tidak kembali mengulang mimpi
pada stang bau seledri
kabur membawa tubuh
di atas sepeda
bagai sekeranjang bayam dan kapri
habis kecantikannya terbeli bintang pagi

Tapi, ia mendengar bisik tetangga
dan percaya. Perempuan bisa jadi bapak anak-anaknya
tidaklah jamak setiap menyalakan api
mengandalkan korek dari saku laki-laki

Tapi, ia merasa berulangkali
rahimnya minta
bernyanyi. Dan sedikit variasi
misalnya, kasur bersprei
keriut ranjang besi
nakalnya desah sapaan jalanan
lamaran manis dan pernyataan aman

Duh Gusti, rapatkah mahoni
dan angsana sepanjang Imogiri-Yogya
untuk sembunyi jejak-tapak merpati
saat mencuri cara
berdagang nasib di bumi manusia?

1992

Puisi-Puisi Mutia Sukma

http://sastrakarta.multiply.com/
Di Borobudur

aku membaca jejak sidartha
di antara pekat hitam batu-batu
langit mengirim tangkaitangkainya
mengering di tubuh kami
yang basah
riuh perjalanan pun menjadi
relief baru yang memahat
cadas tua penangkas waktu
berlompatan mengirim kisahkisah lalu
yang diceritakan padaku
dikurung candi tanggal
kutemukan dirimu tetap di situ
;sidartha
memetik daundaun doa
yang tangkainya telah jatuh
di tubuhmu

untukku padamu
yang tetap di situ

Borobudur, 2007



Tentang Tubuh

Dan rambutku yang bergelombang
membuatmu berenang
menebus riuh asin dan amisnya lautan
mengganti manis juga bening warnawarna
Dan tubuhku yang telanjang
membuatmu berenang
menyerap segala bacin dari
sungai kecil punuk susuku
Dan mataku yang tenang
membuatmu berenang
meminum lubuk hingga mabuk
berdendang nafasmu di telingaku
Dan rambutku
Dan tubuhku
Dan mataku
yang membuatmu terus berenang
menghanyutkan pesan mama
di awal datang bulan
Dan ah…

2007



Di Kaki Merapi
bersama koto

Di kaki merapi
Aku tibatiba datang
Ke rumahmu; Gendhot
Jalan licin dan terjal batubatu
Menghantarku pada aroma air yang
Sedikit nakal
Menari di atas daun kelompong

Sawahsawah terasiring berkabut
Juga petani yang lalu
Lalang membawa tomat
Melebur seluruh jarak yang
Membikin kesemutan kakiku
Semua luruh menjadi gula
Di teh hangat bikinanmu

Kapankapan aku akan
Datang kembali
Bukakan lagi pintu rumahmu
Untuk kami, sepasang burung
Yang tak berumah

Dukun, maret 2007



Pada Percakapan
Kepada doing liwang

pada percakapan malam yang memanjang
nama yang sudah kukenal lama
suara serta debaran terjaga di sini

tak ada tanda
pada sebuah pertemuan yang riang
hanya kadang terbayang
seperti anak muda yang gagah
menggerakkan tangannya sendiri

"kita telah berkerumun bersama
di antara gulma yang gemuk
dan kudapati engkau tersenyum
di tepi telaga
setelah aku tak lamalama terpesona."
godamu

tiap hari yang habis dilewati
kita akan menengadah tangan bersama
agar hari menjadi sepuluh
atau seratus kali lebih lama
dari biasanya

tak ada hari libur yang ditunggu
sebab rindu tak mengenal
tanggal merah dan minggu.

2007



Tentang Nafas

saat aku bernafas
aku ingin uap airnya
menjadi tinta
untukku menulis puisi



Ketep[*]

di ketep,
kota terlihat seperti rombongan
semut yang antri mengantri makan
dan aku raksasa
bagi segala semut itu.

ketep, maret 2007

Puisi-Puisi Kuswaidi Syafi’ie

http://sastrakarta.multiply.com/
TARIAN DI BUKIT CINTA 1

Untuk sementara
Aku menyebutmu Efa
Meski aku tahu
Itu bukan namamu

Bukan apa-apa Adik
Di luar amat banyak cincong dan hardik
Hingga angin seperti tak bertuan
Dan hatiku jadi kecut blingsatan

Kelak setelah cuaca reda
Kusebut namamu terus terang
Dan sehabis mengunyah senja
Kita bertekad menziarahi bintang

Sungai Gajahwong, 2003



TARIAN DI BUKIT CINTA 2

Dari dua jendela yang berjauhan
Akhirnya mata kita bertemu jua
Kutahu jiwamu masih rawan
Karena itu kau jadi terkesima

Di antara denyar hidup yang semrawut
Kusimak kau sebagai ikhwal yang azali
Dan di antara barisan anai-anai dan semut
Biarlah kukhalwatkan namamu beribu kali

Sungai Gajahwong, 2003



TARIAN DI BUKIT CINTA 3

Di pantai mana kita akan menepi Sayang
Setelah hari-hari dipukul gebalau lindu?
Kuharap kau tak akan gamang
Meski mataangin menjulurkan sembilu

Sering malam hari aku terbangun
Oleh bayanganmu yang datang mendadak
Lalu kutempuh sisa malam dengan terngungun
Dan sukmaku serasa meledak-ledak

Sungai Gajahwong, 2003



TARIAN DI BUKIT CINTA 4

Telah kubaca beribu kisah
Tentang cinta dan kesetiaan
Karena itu laut yakinku berbuncah
Saat menyaksikanmu mengulur tangan

Banyak sebenarnya Adik
Jalan-jalan minta kutempuh
Tapi gambarmu begitu kuat Adik
Hingga yang lain jadi luruh

Kekuatan apa bersemayam di hatimu?
Sekali ia menyentuhku
Membuatku gemetaran
Melintasi zaman demi zaman

Sungai Gajahwong, 2003



TARIAN DI BUKIT CINTA 5

Maka bagi kita tidak berlaku
Bentang jarak yang begitu jauh
Malah ia membaptisku jadi batu
Dalam menumpahkan segala tawajuh

O senja apa ini gerangan
Mendorongku menari-nari girang?
O cinta apa ini gerangan
Hingga aku digoncang kepayang?

Telah beribu mil lorong kutempuh
Untuk membaca warna, bayang-bayang dan seluruh
Tapi baru kali ini aku betul-betul kesandung
Oleh jiwamu yang wangi kecubung

Sungai Gajahwong, 2003.

Puisi-Puisi Ulfatin Ch

http://sastrakarta.multiply.com/
CATATAN LUKA

Aku sudah lupa
sejak kapan kemarau
berjalan bagai macan
mengaum melelehkan api
di atas bumi.
Panas yang diperpanjang
mengelupaskan kerak bumi
hingga jantung
terbakar hutanku.
Belum juga gempa
lumpur panas
ular manusia
bagai mata api
yang tak padam
gunung berapi pun menunggu
entah. Sejak kapan
dan sampai kapan

2006



TAK SEORANG PUN, DAN KAU

Tak seorang pun menyapa
tak seorang pun, dan kau
Sang penyair, Sang musyafir

Di sudut-sudut kota membungkam
tak seorang pun
Ketika angin berkelebat
dan bertatap atau tersenyum
tanda kawan
tak seorang pun, dan kau
Karena aku memang bukan
harapan

Hingga selepas jam
dan terdiam

2005



AKU BERNYANYI MAWAR

Seperti kelopak mawar
ketika mekar. Ia bersenandung bulan
aku menyanyikan lagu kekasih
membebaskan camar dengan sayapnya
patah

Dengan kesederhanaan rindu
kulampaui malam-malam wirid penuh liku
yang membaca kehadiran dari jendela
Engkaukah kini bernyanyi matahari
pada subuhku

1992



SELEMBAR DAUN JATI

Selembar daun jati
gugur
jeritnya terdengar parau
sampai ke hati.
Seperti derit daun pintu
yang pelan-pelan mengatupkan
aku!



TELAH RETAK BULAN

Telah retak bulan
dan angin pun luka
tidur di antara daun
hujan turun

Telah retak bulan
malam-malam
kembara
di antara angin dan topan
memeluk kelam

1999



DI MUSIM YANG LAIN, AKU KEMBALI

Setahun kujelajahi hutan ini
sepi belaka, tanpa penghuni
Lalu kubangun rumah dekat sungai
agar lebih mudah kukenali mata angina
dan aku tenang memandang bulan
Sesekali lewat angina
aku meniupkan tembang-tembang cinta
hingga aku tidur, dan ketika bangun
sudah kudapatkan mekar mawarku.
Embun itu jatuh dari kelopak mawar
dan aku pun berangkat mendekat senja
sebab tak bisa kuharap lagi bulan
di akhir musim ini
atau pun matahari yang siap tenggelam

Dan ketika aku kembali di musim yang lain
kudapatkan hutan itu telah ramai
menjadi kota
dan di antara dataran yang dibelah sugai
telah terbangun jembatan
aku tak lupa rumahku, tapi di mana

1993

Puisi-Puisi Goenawan Mohamad

korantempo.com
HOLOGRAM

Dari berkas cahaya
yang mungkin tak ada,
kulihat kau:
sebuah hologram,

srimpi tak berjejak,
dari laser yang lelah
dan lantai
separuh ilusi.

Puisi-Puisi Abidah El Khalieqy

KERAJAAN SUNYI
 
Syair malamku
ke Sinai aku menuju
Tak terbayang kerinduan melaut
tak terpermai kesunyian memagut

Puisi-Puisi Bakdi Sumanto

http://sastrakarta.multiply.com/
DASA KANTA

1. TIKAR

Dengan tegas tegar
Kita menyatakan
Bahwa kita ini tikar
Orang-orang tua duduk berdoa
Orang-orang muda bercanda
Mudi-muda ciuman
Yang berselingkuh berdekapan
Dan berbadan
Pencuri menghitung curian
Koruptor berbagi hasil
Dengan kroni dan koleganya
Guru menilai pekerjaan siswa
Ahli bahasa mencari kesalahan karya-karya
Bayi-bayi ngompol
Balita-balita ek-ek
Penyair-penyair jongkok sambil ngrokok
Aktor-aktor latihan gerak indah
Pelukis-pelukis nglamun
Politikus cari akal mendepak teman seiring
Anggota DPR bikin rencana naikkan gaji
Dan studi banding ke luar negeri
Lalu, para penjudi membanting kartu-kartu

Kita ini tikar
Ketika datang kasur
Tikar akan segera digulung-gusur
Dibakar atau dibuang ke tong sampah
Dan dilupakan oleh sejarah

Oberlin, Okt 1986



2. HUJAN

Hujan tak turun
Ketika petani memerlukan air
Tetapi air tetap mengucur
Dari pori-pori tubuhnya
Membasah pada kaos
Yang sudah tiga hari
Tak dicuci air

Sekali air disuntak dari langit
Dan di sawah & ladang
Terjadi banjir-bandang
Matahari menyengat
Tapi hidup tak hangat
Sebab air setinggi leher
Hampir mengubur kehidupan

Ini siklus alam
Atau ulah "kebudayaan"
Tak pernah ada jawab
Apalagi tindakan
Untuk menjaga peradaban

Illinois 1986.



3. L’OMBRE

Barangkali yang paling nyata
Adalah bayang-bayang
Ketika janji tak pernah jadi
Ketika mimpi
Menemu senja di pagi hari

Mencintai bayang-bayang adalah solusi
Setia sampai mati pada bayang-bayang
Adalah jawaban
Untuk tak bunuh diri
Pada pagi dini
Ketika hari
Baru
Seakan
Abad baru
Kehidupan baru

Aku mencintaimu bayang-bayang
Dengan sepenuh hatiku
Sebab bayang-bayang
Menjadikanku
Nyata:
Bahwa hanya dalam bayang-bayangmu
Aku merasa ada.

Kyoto, 1987



4. SALJU

Salju mengingatkan dirimu
Di kamar sendiri
Menanti

Salju meratakan bumi dalam putih
Dan desah kehidupan
Terdengar
Di antara hampar
Salju
Tersandung sepatu

Matahari menyala
Di langit biru
Dingin menggigit
Sampai di kalbu

Dalam salju aku mengenangmu
Sendiri di kamar
Menunggu
Berita
Apa yang terjadi denganmu…

Beritanya:
Aku mengenangmu
Dalam salju

Cambridge, 1995



5. LANGIT

Langit biru
Tetap membisu

Bumi lebu
Tetap membisu

Rakyat kelu
Tetap membisu

Dalam dendam
Yang terus merajam
Dalam
Ketika yang harus diucapkan
Tak menemu kata
Sebab
Sudah dihapus dari kamus
Oleh para ahli bahasa

Pasar Minggu, 1969.



6. KUTANG

Selembar kutang
Tergantung di pemeyan
Kutang perempuan jenisnya
Kutang jawa identitasnya
Agak mambu
Tak terlalu menyengat
Adapun namanya:
Entrok
Begitu sebutannya.

Menghampiri kutang
Menghirup aromanya
Terkenang budaya Jawa:
Wasta lungset ing sampiran
Kain kusut di gantungan

Tapi siang itu
Embok memakainya
Dan dengan kutang itu
Ia bekerja keras
Menghidupi keluarga
Sedang suaminya
Masih ngorok di tempat tidur…

Entrok dengan ambu-nya yang khas
Bangkit melawan sang dominan
Sejarah yang tak ramah kepada perempuan.

Pati, 1991



7. UPA

Tiba-tiba
Mas Sarsadi merasa dirinya
Sebutir nasi:
Upa sebuatannya

Aku ini upa
Aku ini upa
Aku tak takut nuklir
Hanya takut ayam
Nanti saya dithothol
Aku tak takut tank
Aku tak takut panser
Aku tak takut bazooka
Aku tak takut metraliyur
Hanya takut ayam
Nanti saya dithothol

Hidup kita adalah upa
Tak usah nuklir,
Tak usah tank
Tak usah panser
Tak uysah bazooka
Tak usah metraliyur
Cukup seekor ayam kecil: kuthuk
Menothol upa
Tamatlah kita

Begitu sederhana
Begitu nrima
Begitu lega-lila
Dan begitu konyol

Kadisobo, 1985 (pamit ke USA)



8. KURUSETRA

Hyderabat merapat
Kepada senja
Dan lamput-lampu
Di Universitas Kurusetra menyala

Terbayang Abimanyu gugur
Kena kutuk panah seribu
Yang diucapkan diri sendiri
Kepada Utari
Di malam dalam kamar sendiri.

Terbayang Gathotkaca tersungkur
Karena Kuntawijayadanu
Senjata Karna

Terbayang Dursasana
Dirobek mulutnya oleh Bima
Yang melampiaskan dendam
Untuk Drupadi kakak iparnya

Kurusetra merekam dendam
Kurusetra melaksanakan penyucian
Kurusetra menjadi ajang pelaksanaan
Rencana rahasia para dewa

Hidup adalah
Juga ajang pelaksanaan
Rencana para dewa
Yang tersirat pada lembar misteri
Kita tak pernah bisa memeri
Sambil melangkah
Kita berada
Di antara mabuk & tahu
Dan tak pernah pasti

Hyderabad, 1996



9. KATA

Pada awalnya adalah bunyi
Yang dirangkai menjadi silabi
Dan dari silabi
Menjadi kata
Lalu menjadi sabda
Ketika di sana ada kehendak
Yang bertenanga

Dan tenaga
Berangkat dari niat
Dari dalam datangnya
Dari kesucian
Yang bersumber
Pada sunyi
Di dalam suatu kedalaman
Tak terduga
Suatu kejujuran
Ketanpamrihan
Juga keluguan

Tatabahasa
Hanyalah berkutat pada pengertian
Dan logika
Ia tak berurusan dengan tenaga
Yang berdaya sihir

Hanya puisi
Yang berawal dari mousike
Yang mampu membawa getar
Dan menggugah matahari bangkit
Sebelum waktunya…

Tetapi,
Siapa bersedia mendengar puisi
Tatkala telinga hanya menangkap sepi?

Kratonan, 1976



10. GEMPA

bumi gonjang-ganjing
selama hampir semenit
dan langit bersih membiru
tapi hari kecut-kemerucut
dan kelabu
kaki gemetar
pandang pudar
awan terlihat air

Ingatkan tsunami aceh
dan rumah-rumah berantakan
rata dengan tanah
orang-orang ke utara takut bah
takut muntahan merapi
yogya bagai kota Sodom dan gomorah
dikutuk karena terlalu banyak mall
menggusur sekaten
mencuekin bangunan kuna
kurang memperhatikan keris-keris pusaka
dan acuh pada para pendiri yogya
mencurigai kebatinan
dan mencampur-adukkan politik, uang
dan iman…

tiba-tiba hidup berubah tenda
nasi bungkus, selimut, air bersih
dan pembalut perempuan

apa artinya ini
kita tak tahu
yang jelas
kita menjadi faham
yogya tak hanya dikepung wayang
tetapi juga dikepung potensi lindhu
dan bahaya muntahan merapi

kita jug dikepung polusi
yang kita buat sendiri
kita juga dikepung sesak tempat
karena ulah sendiri

yogya tak lagi nyaman dihuni
karena setiap hari
diguncang gempa
adapun gempa itu
adalah gempa hati
gempa ruh
gempa pengangan hidup

dan gempa 26 Mei
adalah kumulasi
gempa
yang terus-menerus
diulang
dan terulang
serta berulang
bagai ritus kehidupan

2006

Puisi-Puisi Kirana Kejora

http://oase.kompas.com/
AKU TERJEBAK SKENARIOKU SENDIRI

Hari ini aku patah
Aku merasa jadi daun
Bukan eidelweismu lagi
Aku merasa kamu hilang
Diammu bukan emas
Tapi sebuah kemarahan padaku

Aku sering melupakan diri
Bahwa kamu adalah lelaki dengan kudanya
Yang terus bergulat dengan cairan-cairan darah
Memacu terus pelana bajamu
Melibas badai
Menyeruak di hutan cemara kisah

Aku serasa tak memiliki pagi, siang, malam
Senyapku tetap setia menjadi rasa

Kini
Jika aku kasih tahu tempatku
Apa kamu akan petik aku dan bawa terbang pagi ini membelah mentari?
Sebenarnya aku ada di dekatmu

Sapamu telah bangunkan tubuhku dari persinggahan alam sadarku
Lalu kau pergi begitu saja
Ah!
Kau ternyata jadi angin sesunyiku pagi ini
Jika kau elangku
Harusnya kau terbangkan aku untuk membelah mentari
Ah!
Kau nakal!
Rindu apa yang kau punya buatku yang hanya setetes embun di padang tandusmu?
Aku hanya sebutir debu, sehelai bulu ayam, sepenggal sabit
Kau merasa begitu sempurna buatku?
Ah!

Aku terhenti di ujung penantian tanpa kutoleh ke belakang
Mataku menatap ke semua penjuru jarum nadiku
Menyeruak tubuhku diantara ilalangmu untuk pencarian terakhir wujudmu
Biarkan aku meliukkan tubuhku di ujung gelisah
Menggelinjangkan lekuknya di tepian kisah
Tetaplah kau tenang arungi pergumulanmu
Aku sudah biasa jadi pesunyi
Pesunyi telah jadi darah dagingku
Lamunan dalam sunya adalah santapanku
Sejak badai hidup dera bathin
Dan lahirku sebagai eidelweis ungu

Kubaru saja rajam rinduku ke kamu dengan pinset sayapku sendiri
Darahku mengucur
Membanjiri bugil tubuhku yang iklas menerimanya
Karena ku tahu
Penderitaan telah kusambut
Ketika kumiliki cinta buatmu

Pagi ini
Tubuhku yang terlihat siluetnya karena mentari berhasil menembus kain tipisnya
Lari tergopoh-gopoh menyeruak hutan cemara kembaramu
Namun betapa lunglai tubuhku
Ketika tapal kudamu tak bisa kuendus lagi
Rasanya ingin kusudahi mimpi panjang ini
Aku harus bangun
Kucubiti kulit tubuhku hingga membiru
Kutepuk pipiku hingga terasa ngilu
Wake up eidelweis!
Biarkan lelakimu pergi dengan kudanya
Dia hanya ada dalam puisimu…no more
Begitu angin katakan padaku pagi ini
Tapi bukankan dia juga sang angin itu sendiri?
Ah!
Membingungkan kisah konyolku kali ini

Angin
Mengakulah sekarang padaku
Aku tlah jujur padamu selama ini
Diammu bukan emas lagi
Namun diammu karena kau menguji kesetiaanku pada senyap di puncak gunung
Aku tak memiliki pagi,siang,malam
Menatap langitpun aku tak mampu
Karena ku takut kembali punya rindu padamu yang tak bisa kujumputi
Sekarang jawab
Dimana kamu melihatku?
Apakah masih nampak kuntuman eidelweis ungu itu pada tatap liar mata elangmu?
Ah!
Bukankah angin itu adalah kamu sendiri elang?
Shitt!
Stupid love in my mind!

Bhumi Menteng Dalam, 061108, klimaks kefrutrasian yang benar-benar membodohi hati
Where r u eaglenest? Your silent not gold!



KESAKITAN YANG TERLAMBAT

Semua tanya tak harus dijawab
Meski semua tanya memiliki jawab
Sms ini mungkin tak penting bagimu
Sudah basi
Aku tahu ini
Tapi hatiku lega bisa menulisnya di sini
Apa benar lelaki itu di hatinya selalu ada lebih dari satu perempuan?
Gambar itu tak bisa bohong
Mataku menatap
Logikaku meratap
Ada perempuan di dalam cermin kamarmu
Seorang perempuan muda
Mungkin seorang gadis
Yah!
Gadis yang hanya statusnya
Atau gadis yang baru hilang kegadisannya karenamu
Aku tak tahu dan tak mau tahu lagi
Karena semua telah terjadi
Kita sudah habis
Kita sudah pergi
Kita sudah nggak ada lagi
Aku tak berhak memvonismu selingkuh
Meski tanggal gambar itu ter-upload sebelum kita putus
Karena perahumu tak lagi tertambat pada dermagaku
Kau pergi dariku
Karena
Hatimu terluka
Karena
Aku kasar katamu
Kau inginkan wanitamu lembut bertutur
Namun kini
Gambar perempuan belia dalam cermin kamarmu itu telah menjadi jawaban atas lukaku yang telah dulu ada
Dunguku kali ini terpelihara dan bagus terrawat!
Kesakitanku telah terlambat!

Menteng Dalam, 020109
Usai menikmati senyap di apartemen Taman Anggrek
Usai memelototi foto-foto di rumah mayamu….



KU HANYA BILANG

KAU AKAN DATANGI AKU KETIKA RINDUKU MEMUNCAK
ITU KATAMU
LALU
INI JAWABKU
RINDUKU PADAMU YANG BARU SEPENGGAL SABIT, BUATLAH MENJADI PURNAMA
CARILAH CARA HINGGA PURNA
KALAU KAU MEMANG PUNYA CINTA YANG SEBENARNYA
TAPI
TUNGGU
KUBISIKKAN INI PADA DAUN TELINGAMU YANG SEXY
BEGINI
AKU BUTUH KEHANGATAN KINI
JADILAH BARA API PADA TUNGKU HATIKU INI!

Menteng Dalam, 200109
Kedewasaanmu kuharap datangiku kini



PADMA KUNING

Aku lelah terus kau kultuskan jadi eidelweis
Karena harus terus setia padamu di puncak senyap
Kamu bilang aku diperbudak ego
Ego yang mana dan bagaimana?
Kali ini aku ingin jadi padma kuning
Air mata sepiku telah jadi batu
Jadi aku tak kan basahi kelopakku dengan bulirannya
Kamu pikir aku lemah karena turun tahta dari puncak ke tanah?
Atau akan tenggelam dalam kolam yang memutari tubuhku?
Kamu keliru
Kodratku selalu terapung di atas airnya
Bebas mengembangkan daunku
Berenang dengan riang di kecipaknya
Tetaplah kamu terus dengan sorot angkuhmu bertengger di sana
Kenapa pagi ini kamu bilang langitmu di Nagoya?
Buat apa?
Terbanglah kemana kamu suka
Jangan terus kelopakku kamu pelototi dengan keliaran imajimu
Aku bosan!
Ah!
Pergilah cepat kamu ke langitmu
Atau kembalilah menjadi elang kutub
Jumputilah sakura-sakura di bhumi Nagoya dengan tajam paruhmu
Cemburuku sudah habis
Aku bukan eidelweismu lagi
Aku kini setia menjadi padma kuning dengan kata pedas teriring
Begini,
Duniamu sulit kutembus
Karena kamu memang tak pernah siap membawaku ke sana
Dan kini
Aku ingin menyejukkan birahiku kembali dengan genangan air yang memadatkan sintal tubuhku

Bhumi Menteng Dalam, 81108
Bawalah pulang sakuramu, lupakan eidelweismu
El…kamu el…ek!
Mbencekno!

Puisi-Puisi Slamet Rahardjo Rais

http://www.hupelita.com/
Prosesi Senja
-catatan atas masjid tua di Cijantung, geletarku

tak ada kesepakatan yang perlu dirundingkan
sepasang mata-sepasang mata sigap
beriringan sampai kepada dzikir lampu
bahkan menjemput dalam kerinduan
"Assalamu'alaikum, semuanya saling bersaudara
memeliharakan kebun mawar milik kita!"

maka sunyi membuka senja
catatan menjaga luka

coba dengar baik-baik suara
menggali seribu yang bertasbih
dalam kemuliaan
sedikit pun tak merasa sebagai orang asing
seketika Qobil terbunuh tanpa dibunuh

1998/2000



Ketika Anak-Anak Berangkat Mengaji

sebenarnya senja saat itu milikmu juga
peluk dan segera jemput
ruang tunggu dengan menghiasinya melalui
suara anak-anak berangkat mengaji
warna yang menggoda

sekarang milik siapa pintu jendela rumah
ketika membaca cahaya di matanya
anak-anak bagian dari kalimat
yang dilisankan dalam isyarat
membersihkan atau memberi buram lonceng bergetar

maka bergeser menuliskan setiap sudut tertangkap
menghidupkan seluruh sujud yang terdampar
nyanyian anak-anak suaranya
menjadi warna langit menjelang maghrib tiba
akhirnya menjelaskan tentang mulut dan tangan:
Senantiasa



Gelagat Penjernihan Jiwa

bersiasat saja terhadap waktu yang terperangkap letak
seribu letak memang sudah berdiri lama
sampai kepada kalkulasi-kalkulasi terjal
bisikan yang tergiring dimana sebenarnya tempat bersipuh
terserah ketika maghrib tempat bertujuan
adalah keriduan telah mencapai gerbang kebun bunga
warna yang mengesankan cukup membasah
terhadap setiap yang berjelajah bagi kehendak

sejumlah keinginan seribu kali harus dibujuk
melalui senja segera tiba
ketika membebaskan seluruh lelah dan lesu mimpi buruk

bersyukur juga sebab waktu tak pernah melupakan
beban kepak sayap yang terluka
diberikanlah sejumlah jamuan pesta
memperlihatkannya sebagai yang mengampunkan
setiap saat dalam bentuk sujud yang merebah
sampai kepada kekuatan peluk penyatuan diri
menjelang tanda-tanda malam
menjadi milik siapa pun yang keras memintanya.

Ramadhan, 2001



Catatan Yang Dituliskan Atas Kematian

angin yang memberiku sebuah upacara
derai batang cemara menyendiri
dalam birahi
memeluk kerinduan ibu kandung suara

saat memiliki upacara dalam diam
dan kehilangan
saksi paling dalam menupuknya air mata
tangis yang tertahan
menggenapkan hitungan

sudah jelas ayat-ayat yang dituliskan
sebagai api terhadap nyala
sekarang masjid miliknya ditutup kembali
menunggu sebuah kesempurnaan

upacara selesai sudah suara berbincang
kembali riuh
tak lagi nyayian kamboja

orang-orang pulang. sekali lagi
memetik nyala upcara
tetapi sulit membacanya kembali
sebab mereka telah kembali
sebab mereka telah kembali menjadi batu

98/2000



Tentang Percakapan Penghabisan
-catatan berkabung atas kepergian sahabat
Hesti Wuryaningtyas.

catatan yang mengisyaratkan perjalanan miliknya
sudah lengkap
dan kepalaku mendekat. rumah sebuah dahan
penghabisan roda yang berlarian. syahadatmu
terbaca disitu
pohon sudah tercabut dari akarnya
syahadat yang terbaca
menjadi gerimis

pohon sudah rebah. surat-surat yang lain
dalam membungkus nyala
penghabisan seorang pengembara. surat doa
menghiasi kematian sebagai hak
tak lagi menangkap kekeliruan seribu kenakalan
di antara perjalanan selesai. ampunkanlah,
agar sejuk di antara seluruh kepedihan
untuk mengikhlaskan yang tak kembali
tetapi di sana gemerlap warna dalam dekap cahaya

11.1994/1999.

Puisi-Puisi Ahmadun Yosi Herfanda

http://www.hupelita.com/
Doa Pembuka

hanya milikmu cahaya pagi hingga senja
dan rahasia kegelapan ketika malam tiba
pada muhammad kauanugerahkan kemuliaan
pada sulaiman kaulimpahkan keberadaan
kau tunjukkan keindahanmu melalui yusuf
dan cinta kasihmu melalui isa
di hati kekasihmu sejati pun kautanam
rahasia kemakrifatan

kaujadikan perut burung-burung
kenyang ketika petang
dan lapar kembali ketika pagi
hingga terdengar selalu kicaunya
menghiasi kelompok hari yang terjaga

kaujadikan bintang-bintang
selalu bertasbih padamu
kauciptakan pohon-pohonan
selalu berzikir padamu
o, allah, anugerahi aku kesetiaan
tanganku menjadi tanganmu
kakiku menjadi kakimu
lidahku menjadi lidahmu
mataku menjadi matamu
telingaku menjadi telingamu
hatiku menjadi istanamu
:bumi dan langit tak mengandungku
tapi hamba berimanku mengandungku*

*dari Hadis Qudsi
1989



Sajak Urat Leher

karena cinta tuhan meletakkan
dua malaikat di pundakmu
-inilah pengasuh-pengasuhmu
kata tuhan. sayap-sayapnya
bisa membawamu terbang ke langit
sekaligus berpijak di bumi lagi

engkau tak perlu takut
malaikat bukan polisi atau satpam
bersih dari amplop dan uang sogok
tak suka dijilat maupun menjilat
malaikat bersih dari nafsu-nafsu burukmu
karena cinta tuhan meletakkan
dua malaikat di pundakmu
karena cinta tuhan lebih dekat
dari urat lehermu

1990



Zikir Seekor cacing

dalam duniamu aku cacing tak bermakna
yang melata dari lumpur ke lumpur
peradaban tanpa jiwa, yang menggeliat
di selokan-selokan kumuh kota, yang
bahagia ketika pohon-pohon berbunga

cobalah kaudengar zikirku, menetes
jadi madu di pucuk-pucuk akar pohon itu
kucangkul tanah keras jadi gembur
kurabuk ladang tanpa hara jadi subur
kubimbing akar-akar pohonan
menyusup sela-sela batu dan belukar
menghisap sari madu kehidupan
sedang aku cukup tumbuh
dari daun-daun gugur

di kota-kota padat beton dan baja
aku jadi penghuni tak berharga
tapi dengarlah kecipak ikan-ikan
bernyanyi atas kehadiranku
ketika tubuhku kurelakan
lumat jadi santapan

akulah si paling buruk rupa
diantara para kekasih dunia
namun syukurku tak tertahankan
ketika dapat ikut menyuburkan
taman bunga di beranda

1990



Sungai Iman

sungai itu panjang sekali
mengalir ke dalam tubuhmu
dengan penuh cinta aku pun berlayar
bersenandung dalam konser ikan-ikan

sungai itu dalam sekali
berpusar dalam palung jiwamu
dengan penuh gairah aku pun menyelam
menangkap makna hidup pada mata kerang

sungai itu panjang sekali
di arusnya aku memburumu
tak sampai-sampai

1990



Zikir Semut

semut-semut pun kauanugerahi
sepercik cahaya pagi
hatinya yang kaucintai
terang dalam kegelapan hari

ketika cahaya langit mekar
berjuta semut berzikir
berderet di akar pohon
bagai beribu sufi
menyanyikan shalawat nabi

karena kauanugerahi kekuatan
semut-semut dengan ringan
memanjat ranting dan daun
meletakkan cintaku
di putik bunga

dan sang embun pun berkata:
barangsiapa tak kauanugerahi cahaya
akan tersuruk-suruk langkahnya
bagai semut kehilangan kepala

1990

Puisi-Puisi Yuswinardi

http://www.kompas.com/
Waktu

seorang laki-laki
bercermin pada segenang air hujan
“mengapa tubuhku menua?
Padahal baru kemarin aku bekerja.”
Seorang perempuan
Berkaca pada secawan anggur merah
“mengapa wajahku cepat keriput?
Padahal baru tadi malam aku bercinta.”



Sepi I

Kau merasa sepi; untuk itu siapa yang sebenarnya butuh cinta?
Lalu kau pun bermain-main dengan waktu; menghabiskan sisa-sisa hidup yang memaksamu menjadi tua; tua yang sakit; tua yang berdenyit; dan tentu sepi lagi; menjemput yang bernama abadi; sendiri;



Sepi II

Kau pun terus berpikir;
Kemana sebenarnya kerja bertepi?
Kemana sebenarnya cinta menyempurnakan diri?
Kemana sebenarnya puisi ini menemukan arti?



Sepi III

Memangnya kau bisa tanpa sepi?
Melewati resah sepanjang malam dan dingin yang berapi;
Dengan mimpi dan amuk wine atau segelas kopi;
Mengurung diri; lalu berisak dalam sebuah lorong; tertatih;
Mengamit sebuah cinta yang terus menganga; perih;
Mengenang kembali; sungguh parah tanpa sepi;



Sepi IV

Jika mata pisau itu mengkilat tajam;
Ia adalah sepi yang selalu mengintai; terus menyeringai;
Meminta lengahmu; hingga cinta menemui ajal; dan kau menggelepar; mampus!



Sepi V

Untuk itulah sepi ada; bersetia; merekam resah; merangkum luka;
Menampung segala yang tersisa; sampai cahaya lepas;
Sampai kenangan kandas; dan suaramu tersedak tandas; bebas;



Jazz

jika hitam itu luka; apakah aku tak berhak hidup?
Dan hanya yang tercerahkan saja yang bebas meneguk anggur dan berpesta



Blora

Tanah airku bernama puisi. Bebungaan yang tak pernah gugur dan pekerja yang selalu bertapa dalam keheningan lembur. Tegak dan lembut seperti hangat kasur. Bahkan dengan berangut jemarimu atau salakan pistol. Dan sepi seperti gelap dalam libur yang abadi. Di sini. Dalam remah-remah kata yang tak mengenal sakitnya tua dan manisnya cinta. Aku berdiri, dan mati dalam puisi.

Puisi-Puisi Gita Pratama

http://www.kompas.com/
Pondok Bambu

Ada yang menggeletar di lembah lembah duka
Kisah tentang cinta di sebuah rumah bambu
Dengan hiasan dinding kayu
Pondok kecil di tengah hutan
Dekat dengan sungai yang lupa hulu

Kisah ini hanya cerita kecil
Yang sebentar mampir lalu pergi
Sekedar mlipir di pinggir sungai

: Sepenggal luka beriak menggelitik

April 2008



Lukisan Sepi

Ada sebuah hiasan pada dinding rumah bambu
Ingatkan pada sepenggal ragu

Lukisan perempuan dengan selendang mendekap dada
Pelangi beraneka rupa warna ditunggangi
Bingkainya rapuh dengan plitur terkelupas

Ranum senyum pada bibir perempuan

: Tanpa sapa hanya gelak-gelak sepi

April 2008



Kenangan Sungai

Ia berdiam mengamati sungai
Alirnya memagut dalam mesra

Bagai kelok liuk perempuan
Berwajah pilu dan kuyu

Sapa kecil tanpa senyum
Lunglai basah daun putri malu

Ingatan kecil mengembara
Mencari cinta kisah-kisah lalu
Berpeluk dekap sepasang pemburu

April 2008



Inilah Kisah Lelaki yang Keras Kepala

Berenanglah ia tanpa pelampung, memanggul ombak
Berkoar kasar memanggil posaidon yang lelap di dasar laut
Lelaki tak pernah tau di mana ia kan bertepi

"Lautan terlalu luas, sayang", camar menguik
Lintas di atas kepalanya.
Sebelum karam, lebur tubuh, dan
retak nadi sangkut di antara ladang karang

Sebelum air mata membaur asin laut
Menyeringai kisah yang terjungkir
: Ironi ada akhirnya

Bungkul, Juli 2008

Puisi-Puisi Haris del Hakim

http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/
SAPI KITA DALAM JERAT LABA-LABA

seekor sapi – dari tujuh yang kita punya – terperangkap sarang laba-laba. dia menjejak-jejak senar-senar rapuh itu sambil memamah angin. kemudian seekor singa penyihir melemparkan buhul-buhul, seperti penyihir fir’aun. sapi itu menggeleng-gelengkan kepala seraya melafalkan nama samiri. buhul-buhul bersekutu dengan jaring laba-laba untuk menjeratnya semakin kuat.

laba-laba memanggil teman-temannya dan kentut bersama-sama di depan hidung sapi kita itu. kita menyumbat hidung dan mencerca penggembala yang belum kembali dari buang hajat.

Lamongan, 2 mei 2008



AKU DAN PEREMPUAN YANG TIDAK KUKENAL

kami duduk menunggu bus lewat. “ini adam,” kataku memperkenalkan diri. dia menimpali, “ini hawa.” lalu adam dan hawa saling kunci dalam kamar surga. mereka bicara melalui lubang kunci dengan kata-kata membosankan. bersamaan dengan itu, lahirlah setan dari mani onani iblis.

“apa yang dibayangkan oleh iblis ketika itu?” tanyaku padanya. kemudian dia menjawab sambil bercekikik, “cover majalah porno.” dan aku membantah, “tidak. tuhan masih belum sempat bikin majalah, apalagi yang porno.” dia lanjutkan percakapan, “jangan panjang-panjang bicara.” aku bertanya, “mengapa?”

bus yang ditunggu perempuan itu datang. dia berkata lirih,”nah!” seraya membuka pintu dan naik tangga besi itu. aku lupa menanyakan apakah hawa dulu telanjang ketika setan lahir?

Lamongan, 22 april 2008



SEBUAH KISAH TENTANG MIMPI

mimpi yang biasa mengepulkan asap rokok di atas pematang telah kedinginan, bahkan membeku, dan api di ujung batang rokoknya pun mati. ia tidak bisa berkisah tentang tanah, air, bulir padi, ikan, dan penghidupan.

mimpi berkali-kali mencoba membunuh diri dengan merendam tubuh dalam lumpur, tetapi udara masih kerasan di tubuhnya. berkali-kali pula ia mencuri kain kafan mayat yang meninggal hari kamis legi, namun ia selalu kalah dengan serangga-serangga tanah.

pada suatu malam penduduk menyaksikan mimpi memungut api dari rumah mereka kemudian berteriak-teriak seperti mengigau, “pagi masih jauh, musim kerap memungkiri janji, kata-kata selalu berdusta, pilihan menjadi takdir terburuk, sementara kutukan hanya makanan untuk anak-anak, dan penderitaan seperti kepastian yang tak terelakkan.”

akhirnya, mimpi pulang ke pematang dan bernaung di bawah sebatang pohon jati tua. ia memetik pupus daunnya dan ditorehkan di atas…

tepat di atas pematang: lamongan, 20/06/08

Puisi-Puisi Johan Khoirul Zaman

http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/
CAHAYA ILAHI

Malam dari pijaran cahaya Allah
Sunyi menjadi tahajud suci di dalam hati
mengukir nama dalam tasbih paling syahdu.

Memanggil-MU dengan tangan yang bergetar
tak mampu diri rasakan rindu ini

Surabaya 12-07-08



KALAM CINTA

Maha Mulia yang menggenang
sepanjang waktu alirkan Rahmat
yang tak kuat matahari pandang pesonaMu
sehingga ia bagaikan Engkau saedang ia bukanlah Engkau

cintraMu tak bersembunyi dalam getar
kembali diri hanyut dalam air yang jernih nan bening
"sungguh dari air itulah kehidupan diturunkan"
aku sekaligus tak ingin berubah dalam kejap waktu ini.

Bandung 29-12-08



GELEMBUNG REVOLUSI SYURGAWI

“Manusia- manusia dalam novel, manusia-manusia dalam film
Mahluk –mahluk dalam dunia kesunyian memanggil ruh para pemberontak.

Orang-orang dari guyuran rupiah dan dollar
Insan-insan dari lumpur politik
Jasad-jasad dalam rongga dunia memanggil nyawa para pemberi adil

O……Kalbu yang getir,
aku memanggil Ruh yang kesepian dipesta monster kapitalisme
dengan 1 jari tengah berwarna merah

O… …..mimpi yang tertimbun gedung megah,
Aku memanggil hasrat yang sekarat diatas ranjang putih
tempat pembantaian pada kemanusiaan berada
dengan 1 slogan, IMPREALISME……kadal bunting.

Dengarlah, Revolusi syurgawi ini bukanlah revolusi basa-basi
yang memuja demokerasi palsu, agamis buta atau sosialis tuli.

Tak ada ruang bagi rasisme berkhotbah.Tak ada fasisme berorasi,
karena saat ini,
Aku memanggil arwah-arwah yang mati tanpa doa-doa
dan kembang wangi 7 rupa.

Disinilah aku tersenyum,melihat mereka dikubur dengan tanah merah,
disiram ludah-ludah gelandangan dari langit yang memerah.”

Lamongan.2-05-07



KAU DAN BINTANG
Teruntuk: Restu LA Rose

Sehabis langit mengurai gerimis
dewi malam berlarian menutup senja
kini malam sedang bercerita
pada bulan yang mengandung purnama
pada dimensi tata surya dinegri cahaya

restu bumi mengajak mata
”tataplah 2 bintang dikemalaman
meraka beradu senyum dengan kehangatan ”

kau dan aku berselimut malam
agar perbincangan tak didengar burung malam
ini rahasih rindu
biarlah hanya kita yang tahu

kau dan bintang telah megajari ku senyum
tentang hari, rasa, juga cinta
restu diri panggillah aku dengan jari manismu
agar madunya menumpah ruah dalam qalbu
Sungguh, mengingatmu adalah berburu langit biru dikemalaman.

Lamongan. 15-11-08



SEJARAH TRAGEDI

“Demi masa sesungguhnya manusia dalam keadaan hina”

Dari waktu yang dijejali teror
kelam benar hidup tersakiti
peluit berbunyi siang ini
diperempatan hidup anak manusia ditilang

diruang keluarga para perempuan terbahak didepan tv
sedang sijelata menjadi kambing guling dialam nasibnya

demi kebodohan yang diagung-agungkan
kulit renta menjerit dikupas matahari

merataplah budak budak dunia dikaki para koruptor
sebelum serigala bermata samurai datang membabi buta
dengan letusan
karena suara keadilan akan disebut pemberontakan
patuhlah rakyat ku…
patuhlah dirimu dicumbui kebohongan
aku mencintaimu dari tanah hingga air
walau aku harus menguras air mata kesengsaraanmu
itu semua karena aku cinta pada rakyatku

maap aku harus membungkam suara nabi dengan dolar
karena aku ingin kau terus bercanda dengan doa
mengadulah padaNya
asal jangan kau turun kejalan menggugat ketimpangan
sebab kekuasaan itu begitu menyenangkan
oh…. Sejarah yang papa
aku takut pada apa yang disebut hidup
ketika mereka bekerja untuk kerakusan

orang pintar hanya menjadi pemutar,
pemutar kata atupun fakta

aku bodoh karena aku dibodohi
aku berteriak karena aku sesak, muak
dengan apa yang terjadi
aku pun diam karena aku ditodong kejahatan

lalu hidup ku tak bisa tenang
demi hutan hutan yang terbakar
apa yang terjadi pada jiwa manusia

Tuhan seperti mati dibawah ajang caci maki
dengan pedang berlumur kekjian

oh…..sejarah berbunuhan
aku ingin menilang diri sendiri dengan senyuman
karena doaku telah berhamburan dalam gerimis
dan membiarkan aku bersemayam dalam mendung

aku ingin membalas perang kebencian dengan laut yang meluap
agar sunyi menjadi penawar kaum yang dikalahkan kesombongan dunia
tapi mereka masih tetap ber ulah
kesadaran mati dipadang tandus
kemana kita akan pulang?

disudut bumi pun kini terjadi perang

kita tak bisa berharapkan tenang
karena semua tragedi sudah diciptakan

selamat jalan guguran bunga
akan kukirim wangimu kepemakaman
manusia-mansuia penuh cinta

selamat tinggal alam raya hijau
akan ku panggil engkau saat matahari terbenam

selamat jalan ruh kemiskinan
aku menunggu suara lapar disamping Zahra

selamat tinggal kehidupan yang damai
aku dan para perindu akan selalu berkata :

“ Demi masa…..Sesungguhnya manusia dalam keadaan hina”

Lamongan 22-11-08



SUMUR RATAPAN

Sumur itu meratap pada sesaji malam,
aliran mata air terdiam dalam tenang,
sesekali angin berbisik pada aroma mistik dari pepohonan.

Ruh kesepian merenung pada setiap kemelut dunia,
teriakan mesin mengubah lebat rimba
dengan gambar tak berupa.

Tanah tertusuk keris
tempat mahluk ganjil bersemayam.

Bebatuan retak,
disini sumur ratapan mengaliri batu gajah
lalu merenung menuju pemakaman wali.

Dan sang legenda dunia saat ini bersanding dipohon jati,
Meresapi resapan sumur yang meratap.

Mantup Lamongan 29-10-2008

Jumat, 13 Maret 2009

Puisi Puisi Abdul Wachid B.S.

http://www.suarakarya-online.com/
Rani yang Bertanya

Rani yang masih di kamarnya
Rani yang masih di mimpi kanaknya
Rani yang tak biasa di pagi harinya
Rani yang jalan-jalan di imajinasinya

Rani,
Tatkala bumi bagai dalam ayakan Tuhan
Pohon-pohon belakang rumahmu
cemas hempaskan tubuhnya
Tak lagi kuasa kuatkan akar-akarnya
Lintang-pukang orang-orang di bawahnya

Bagai dalam ayakan Tuhan
Tembok-tembok mengombak naik-turun
Rani,
Rumah-rumah seperti roti kering yang kau ledakkan
Di tanganmu. Lintang-pukang kurcaci menghindarinya

Rani yang dalam dekapan ibunya
Rani yang amat sangat ketakutan
Rani yang masih balita itu tengadahkan tangan
Rani yang bertanya
"Tuhan, apakah Engkau sungguh marah hari ini?"

Jambidan, Yogyakarta, 27 Mei 2006



Wonokromo

Silaturrahmi ke Wonokromo
Desa santri yang mengaji
Ada rumah kekasih yang tersembunyi
Sejarah masjid yang "Hamengkubuwono"

Ada pertemuan dua sungai
Di sikunya masjid itu hijau kebiruan
Ada makam di baratnya bila kulewati
Selalu kusampaikan salam pertemuan

Aku masih mendengar lantun
Gadis kecil menderaskan al-Qur'an
Entah di pesantren Gus Fuad atau Gus Katip
Kucari-cari suaranya seperti meratap

Lalu tertimpa gelak-girang para bocah
Di sore itu di halaman masjid hijau kebiruan itu
Aku masih mendengar larangan masuk rumah
Dari lelaki tua yang diabaikan itu

Tapi paginya setelah gempa luluhlantakkan
Rumah dan pesantren-pesantren
Orang-orang baru membaca tanda
Aku masih mendengar doanya

Dalam kalimat adzan
Kepada shalat kepada kebaikan
Aku masih mendengar doanya
Sekuntum melati di antara debu dan serakan batu bata

Silaturrahmi ke Wonokromo
Kucari-cari rumah kekasih yang tersembunyi
Kucari-cari suaranya semakin sayup menyepi
Ternyata rumah hatiku pun telah poranda

Wonokromo, Yogyakarta, 4 Juli 2006



Hujan Begitu Baik

ya. hujan begitu baik mencucikan yogya
dari debu, yang ranggaskan daun jambu
depan rumah kekasihku
dari diriku, yang mandi setiap hari
tapi tak juga sampai wangi surgawi

hujan mengendapkan debu
mengisi pori-pori tanah
lalu tertampung di dalam hati
menjadi harapan dan keyakinan
kekasih menari-nari di dalam pandangan

hujan menjelma panorama ajaib
dalam mata yang saling mencari dan menunggu
dan mengajakku memutar arloji
ketika ibu mendekapku di jendela
dan aku bertanya
"ibu, di mana bidadari sang kekasih itu?"
jawab ibu, "di saat hujan, ucapkanlah doa
sebab bidadari bertaburan dari langit itu
ditemani malaikat, akan memunguti doa-
doamu, agar lebih cepat sampai
pada perkenan Tuhan"

ya. hujan begitu baik menari-nari di daun jambu
di bawahnya sebuah halte yang
pasca gempa atapnya tinggal separoh
ternyata di halte itulah kekasihku
mencari dan menunggu dan mau membeku
hujan senantiasa tergoda padanya
hujan tak kuasa menahan rasa, bahkan
hujan telah basah mendekapnya
sampai membirukan bibirnya
ketika aku sampai padanya, hujan terkesima
dan kekasihku pun malu-malu
dan bertanya
"mengapa engkau begitu lama
sehingga aku melulu menjadi debu di halte ini?"

November, 2007



Segoroyoso

Mengapa dusun ini diberi nama Segoroyoso?
Padahal dilingkari pegunungan kapur selatan
Dan di sebaliknya suara ombak laut selatan
Tapi gedebur menggema ini dari dalam bumi

Di malam menambah bayang-bayang kematian itu
Tiap gedebur menggema ini dari dalam bumi
Kentongan sahut bersahutan menambah pilu
Seluruh rumah dan nisan telah rata dengan debu
Mengapa dusun ini diberi nama Segoroyoso?
Melewatinya seperti berdiri di atas perahu
Bergoyang batin, bergelombang hari-hari kau aku
Angin dan debu semakin selimuti tenda-tenda itu

Yogyakarta, 5 Juli 2006



Puncak Cinta

Rindu memang selalu sakit
Tapi pertemuan cinta akan mengobati

Puncak cinta adalah kerinduan
Karenanya kita bisa maknai
Harap-harap cemas
Pada kekasih yang dicintai

Karena cinta kita mengenali diri
Betapa aku membutuhkanmu
Kuhayati jatuh-bangunnya hatiku
Dalam mencintaimu

Tapi kunikmati saja kesakitanku
Karena merindukanmu
Seperti kurasakan nikmatnya cinta
Yang telah kucecap dari lidah hatimu

Warungboto, Yogyakarta, 27 Juni 2006

Puisi-Puisi Slamet Rahardjo Rais

http://www.hupelita.com/
Puisi Langit

mabok sunyi lagi
sungguh tak sanggup berlari
meninggalkan samadi para kyai
ruh mulia mengarungi angkasa
memasuki terowongan paling sunyi

lepas senja menangkapnya
untuk memiliki negeri sunyi
mendengarkan langit asyik mengaji
ke jurang melemparkan kegelisahan
meluaskan wudhu langit tempat angin
masing-masing meletakkan muara

mata telah meminta agar segera
seluruh acara percakapan dituliskan
memenuhi lembar-lembar kertas di langit
atas dzikir nyanyian pujian
masjid-MU terdekap erat
anggur keheningan kebesaran ayat-MU

mempersatukan percakapan kita
melalui puisi dari tubuh suara
sangat jauh mengarungi arus sunyi
meneteslah di sini dzikir sekalian gelombang
menangkap rahasia beterjunan di mana-mana

1996



Cemara
- sebuah catatan sakit sendiri

jarak semakin dekat kepada gurun jiwa
membebaskan hutan cemara untuk menjalinkan nyanyian
tafakur para malaikat memadatkan doa tasbihnya
berselinap sebagai paduan suara daun-daun cemara
di antara percakapan masa lampauku yang menggoda
menyerahkan sejumlah isyarat ke arah malaikat
milikku sampai ke batas cakrawala iring-iringan
lawatanku menuju ke arah wilayah dahsyat kerinduan
ya tuhan Allah ya tuhan Allah
atas ayat-ayatMU beterjunan kalimat tahmid dan tasbih
rangkaian kerinduanku kepada tafakur langit membersih
kujemput padang-padangku yang meluas jauh
saat liang lahatku terbayang mendekat

1998



Sebuah Puisi Bagi Tuhan

Adalah lembab dataran tempat bertanya
Andaikan setiap pertemuan
Menjadikannya sebagai muara
Tangan itu telah mengalirkan telaga
Tempat mencemplungkan kalimat-kalimat nakal
Terhadap permukaan jiwa
Tempat ombak melintas
Atas waktu

Seakan datang pergi lagi
Mainan getar jiwa
Atas rimbun cemara
Menghidupkan sunyi yang ambruk
Menubruk silang nasib yang terpental
Dan ketemu padang yang meranggas
Luas cakar siap mengancam

Setiap hari melambungkan suara
Di tangan beribu lukisan
Begitu menghutan
Menjadi lautan untuk berdebat
Diamlah jiwa yang memberontak
Temukan saja persembunyian di balik rasa harap
Di laci almari, rak buku, dan daun jendela

Ada suara kidung sungai Rahmatan percakapan
Sesaat renungan kemalangan bergulir
Di sudut kamar tempat potret-potret bergantungan
Ada kiriman tetembangan suara tahlil berkepanjangan

1971/1994.

Puisi-Puisi Fahmi Faqih

http://www.kompas.com/
Bohemia

aku ada di sini entah mengapa
seperti setiap perjalanan yang usai kulalui
yang selalu saja tak punya alasan tepat
untuk kusodorkan padamu -
seperti udara yang senantiasa kuhirup
namun selalu gagal untuk kulukiskan

aku ada di sini entah mengapa
tapi tolong beri aku kesempatan, sekali saja -
setidaknya sampai aku punya alasan tepat
mengapa aku selalu berpindah kota
sampai kulukiskan udara itu



Januari

dan aku pun pulang
menuju rumah
yang hanyut pada kalender

tanggal demi tanggal
bertanda lingkaran hitam

air di sini
menjelma kuburan



Zakaria

hanya sekeluh aduh terucap dari bibirmu
ketika ratusan kampak majusi
mencincang-cerancang pohon itu

tapi bukan lantaran sekeluh aduh
bumi goncang, langit menggemakan firman

"zakaria! itu kata hanya pantas keluar
dari mulut berhati sumbing. jahitlah ia
atau nubuat ini kutarik kembali"

kau yang akhirnya mengerti, memilih diam
bersama gugur daun-daun yang bernyanyi

dalam cinta, tak ada beda mawar dan duri



Kesaksian
- almarhumah nenek

kau sungkurkan wajahmu pada dingin lantai batu
permadani malam, lambang bakti ajali

napas, hanya desah satu satu
tapi degup rindu jantungmu, menjelma ketuk
perkenan terbuka setiap pintu

di penghujung malam itu, kusaksikan
bulan, bertahta di wajahmu

Puisi-Puisi Johannes Sugianto

http://www.kompas.com/
Gemah Ripah

dari jendela kereta kuhitung sawah
yang digenangi air mata petani
karena air irigasi makin mahal
dan pupuk terus meninggi

petani lebih sering menanam sepi
sembari menghitung hasil kerja yang merugi
sekilo gabah tak cukup untuk setakar beras
sedang perut anak isteri terus merintih

oalah...jaman apa ini
gemah ripah loh jinawi, kata pujangga
tinggal mimpi yang tak henti menepi
makmur cuma dinikmati mereka yang berkuasa
yang dengan bijak merundingkan pasal dan ayat di hotel
sambil mengelus paha mulus

aku terbangun dalam gemuruh roda kereta
kulihat masih ada air mata
di jutaan petani dan penggarap
sedang di mataku telah mengering
seiring masa depan yang garing

siang,24 agustus 08



Nak

Kau datang juga
Menyapa dan genggam jemariku

Lalu kita menari
diiringi gamelan, rebab, sitar, seruling
gemulai gerakanmu
rambutmu terurai
sebarkan wangi melati

jangan cepat berlalu,kekasih
kangen ini belum terpuaskan
selalu ingin kudekap kamu
seperti dalam mimpi-mimpiku

lambaian tangan
senyum manismu
membuatku cuma bisa terpana
dan berurai air mata

aku kangen kamu,nak

priok 02 maret 06-01 sept 08



Hadiah

kurayakan ulangtahunmu,
di atas luka rakyat di ujung sana,
tak ada kue lezat dan nyanyi bahagia.
semua tergantikan duka yang tak terkata,
jadilah hari jadimu menjadi nyanyi lara,
maafkan aku,nak.

bahagialah kamu meski tanpa acara meriah,
kamu tak kedinginan oleh angin malam,
juga tak takut oleh amarah alam.
bahagialah kamu meski tanpa tepuktangan,
sedang di tenda plastik teman-temanmu tanpa makanan,
secuil roti sudah jadi hidangan lumayan.

maafkan ayah yang sedang berduka,
dan tak punya uang untuk beli hadiah.

priok,06 juni 05



dilarang !!!

hidup di awan
tanpa melawan
nurani tertawan
banggahkah kau,kawan?

bukanlah cengeng
menangisi keadilan yang oleng
bukanlah berontak
jika berteriak saat kemanusiaan
terinjak

bukanlab berpolitik
jika memilih menjadi titik
bukannya menjadi koma
dan diingat sebagai menusia
yang tak mudah menyerah

hidup di bumi
menjaga nurani
agar tak jadi prasasti

: jika tidak lebih mati

Lbbulus,06 mei 28

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae