Selasa, 28 Oktober 2008

Puisi-Puisi Suryanto Sastroatmodjo

BALADA KEMBANG KACANG

I
Kutilang terbang merangkai siul
ada pada tiap kolong dan tikungan
Aku gundah karena alpa semata
dihitung oleh teratai nestapa
Kalungkan wajar nan punya alang-ujur
pada leher manusia di cakrawala kingkin!

II
Kembang Kacang-setelah tembang dolanan
adakah bocah-bocah mengenali, o, rembulan
Ujung larat bahkan menghantam tebing bandungan
dan hadirnya sendu. Alam pun merengut
tatkala segala penantian hilang sirna

III
Kuyakin perburuan pada titik sangkal
adalah pantas bergalau nan tak dingin
Dengan pawai lintasan Sejarah, cinta mengganas
dan menantang bakti nan sakti
Meskipun lagu kurcaci ditunda perekamannya
As, ada degupan bahwa tahun tersita tangan majikan

IV
Kembang Kacang! Aku sontak memekikkan
tanpa gelugur galar. Tanpa seujung pun sesal
darimanapun perang berpedang parang
terus terang dicengkal oleh para ksatria pingitan

V
Jejak kita dalam bahasa, jejak sang bijak dalam sikap
andaikata menating senditawa. Tahu hari melenggang
dan alangkah pahit ditakdirkan kufur. Penyap pengakuan
dari para Iman dan adil. Sembari memicingkan netra
Kesentakkan tali di tiang-tiang ajal
dengan rasa kingkin mendering
dengan rasa kangen menyunting Kembang Kacang!



BALADA KACUNG

1
Kacung, Kacung, bergelung kuncung
amalat ridla ribaan
Hati bergelar amanat, jantung mengemban derap
dan tubuh bermandikan peluh asin

Kala ia bernama sigap, menggali bintang
kala ia bernama jejak, ia menggertak guyup
kala ia berjeneng pradangga, alampun diremas
kala ia berjeneng saudara, kasihpun tertempalak

2
Kacung, kacung berambut jagung
pacak di bumi, pacak dikulum anggit
dengan sejurai cahayasiang, angan-angan mendarat
di persada katahati. Meski telah raib kiblatnya

Semasih pagi berdendang, burung emprit merajuknya
Semasih berkawal pesisir kelabu, ia enggan berbagi
semasih merantau di antahberantah, ia lindur mimpi
tentang pertumpahan darah yang membasuh negeri!

3
Riwayat rialat kacung-kacung bergelung
bagaikan trenggiling dan landak
Ada di gundukan pasir, ada di lahankering memerah
telungkup kata menggenggam himpit diri nan lata

Rangkum,kum, rangkum darah bernanah
bila lukabayang atas jasat yang sempelah
Sebut ungkap-kesaksianmu, bocah
pabila musimhujan bakal taman sekarang!

4
Andaikan Joki bernama kacung. Andai Wira disebut kacung
akulah yang paling puas menatap kacung-kacung
Karena rengkuhan atas pulau dan benua, nyanyi pribumi
ditembangkan tenggorokan lisut-keriput

Malah bakal menyusul lagi kuli-kuli
bagai kacang dikuliti, baga kedondong berduri
tembang kuli-kuli berkulit tembaga nyala.



BALADA JULANG JALANG

I
Mohon pangestu, Datuk Purnama
Senyapang padi selubung menyepuh kaki Tuhan
Adalah dikau, yang membersih kanal-kanal
serta mengungkai keterbatasan akal

Kini Datuk Purnama singgah
mengunyah sirih pekinangan
barang seperempat jam menyilang kaki
barang sekilas menggalang ilusi

II
Wahai,kadang disebutnya Si Piatu
pabila rengkah-rengkahan korban
Senantiasa batinpun berkecamuk
lantaran enggan meninabobokkan gemintang

Maka lepas lohor ia bangkit
dari kuap dan gegap, dari galengan
Aku tidur tanpa kantuk memusar
tatkala penutur memungkas segala

III
Simaklah kitab-kitabkuning
pada sepenggal hari yang bening
Bersendekap dalam kamar berlumut
menggelosor di jobin yang penuh cirit kalong

Jam-jam dilepas simbah
karena kita punya mahkota andalan
Bertolak dari kanal-kanal dangkal
membocor kapal sendiri tanpa buntut sesal

IV
Nantikan musuh yang kedekut
takkan menembakkan pelor emas lonjong licin
bahkan meriam sundut paling hitam
ogah-ogahan mengembulkan api dari moncongnya

Demi kebangunan bara-bara merah
demi hangatnya perapian kampung rimbun
Atau tengah malam mengaso di tepi hutan
bikin pendiagan sambil menembang Dandanggula!

V
Silap-silap menggarang musimku
silau-silau menjurung angkasaku
Tapi kelemarin Julang Jarang Perkasa Alam
mencemari gurung-gorong nan pengap

Dan serapah sumpah anak rantau
menjulang kejalangan bapak
terus, tiada bergeming.

Rabu, 08 Oktober 2008

Puisi-Puisi Ahmad Muchlish Amrin

Saksi Lara Jonggrang

Ketika tanduk awan bergerak-gerak,
aku menaikkan gerobak
pada pelana kuda putih milikmu
"Aku ingin berkunjung ke masa silam," kataku.

Kujumpai Bandung Bondowoso
mengutuk bau ngengat Prambanan.

Jantung Dewa-dewa dilukai angin
rambut Lara Jonggrang berurai panjang.

"Pergilah!
Carilah kembang-kembang di luar Prambanan
tersebab telapak tanganku
masih bergaris tepi," jawabku.

Ah, taman pemandian
menyebabkanku enggan pulang.

Debu meriang oleh redam angin
dan keringat berhenti mengalir dari pori-poriku.

Senyum dari bibirku yang telanjang,
mata-mata merapat ke langit
dan mimpi-mimpi adalah puncak kekalahan
"Inilah sebuah awal kutukan."

Yogyakarta, Prambanan 2007



Nabi dan Petani

Terlampau petang ingatan untuk pulang
dan denting waktu kampung halaman.

belalang-belalang merayap pada bintang-bintang
dan padi-padi belum selesai ditumbuk dari impian.

aku tahu para nabi pernah mengigau
untuk jadi petani.

Aku tahu, petani-petani pun bermimpi jadi nabi
tapi tak ada yang pernah mengerti
surat nabi dan petani saat kelam,
surat yang ditujukan pada bulan
tanggal pertengahan.

"Pada tanahmu yang gersang,
pada padi-padimu yang dipupuk dan merunduk,
mintalah Tuhanmu menjaganya," kata Nabi

Nabi-nabi yang berjalan tanpa alas kaki
Petani-petani yang menyibak setapak di batang hari,
Burung-burung segera berceracau
di atas padi yang hampir anyi:

seperti padi-padi, nabi-nabi dan petani-petani
bertahan di terik, terbakar batu-batu matahari,
Akulah nabi petani yang menanam bibit luka,
menyemai daun hijau di tanah mata pisau

Yogyakarta/Tang Lebun, Mei Juni 2007

Catatan:
Anyi: panen



Potre Koneng

Kamu lahir dari mimpi panjang lereng bukit Rantani
Dewa matahari menaruh tangan kanannya
pada ubun-ubunmu siang itu, lalu kamu pergi di sore hari
memasuki tandan tua
dan kamu menyaksikan angin cemburu pada kilau batu.

Datanglah gelap berselimut, kamu menamainya gulita
O, Dewa malam yang belum tidur
O, sepasang kelelawar yang berkejaran di lereng,
Kemanakah perginya gelap dia dijemput pagi?

Kamu menghilang sejak kecil
Kamu ingin menjumpai kelahiranmu
juga kematianmu.

Bintang-bintang yang bertabur di mata waktu
mengalirkan cerita
bagai sawah-sawah yang ditumbuhi kata-kata.

Dan impian mencium kembang kecubung
yang tumbuh di ujung bukit itu
adalah janjimu di masa yang rahasia.

: aku melongok ke luar jendela
mendapatimu sedang menyusun kata bernyawa.

Yogyakarta/Gedung Vredeburg, Mei 2007

A. Mustofa Bisri A'yat Khalili Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah El Khalieqy Acep Syahril Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu AF Denar Daniar Afrizal Malna Agus Manaji Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Maltuf Syamsury Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Ala Roa Aldika Restu Pramuli Alfatihatus Sholihatunnisa Alfiyan Harfi Ali Makhmud Ali Subhan Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Andry Deblenk Anggie Melianna Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Aprinus Salam Ariandalu S Arieyoko Ksmb Arya Winanda As Adi Muhammad Asep Sambodja Atrap S. Munir Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Badaruddin Amir Bakdi Sumanto Bambang Darto Bambang Kempling Bambang Widiatmoko Beni Setia Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sudjibto Bernard S. Y. Batubara Binhad Nurrohmat Budhi Setyawan Budi Palopo Bustan Basir Maras Chairul Abhsar Chavchay Saifullah Cut Nanda A. D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Afriady Dadang Ari Murtono Daisy Priyanti Daysi Priyanti Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Desti Fatin Fauziyyah Dewi Kartika Dharmadi Diah Budiana Diah Hadaning Dian Hartati Didik Komaidi Dimas Arika Mihardja Djoko Saryono Dody Kristianto Dorothea Rosa Herliany Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Edy Lyrisacra Effendi Danata Eimond Esya Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Nuryono El Sahra Mahendra Ellie R. Noer Elly Trisnawati Emha Ainun Nadjib Endang Supriadi Endang Susanti Rustamadji Eny Rose Eppril Wulaningtyas R Esha Tegar Putra Esti Nuryani Kasam Etik Widya Evi Idawati Evi Melyati Evi Sefiani Evi Sukaesih Fadhila Ramadhona Fahmi Faqih Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fatimah Wahyu Sundari Fauzi Absal Felix K. Nesi Fikri MS Fina Sato Firman Wally Fitrah Anugerah Frischa Aswarini Gampang Prawoto Ghaffur Al-Faqqih Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Gunawan Maryanto Gunoto Saparie Gus tf Sakai Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hari Leo Haris del Hakim Hasan Al Banna Hasan Aspahani Hasta Indriyana Helga Worotitjan Heri Latief Heri Listianto Heri Maja Kelana Herlinatiens Hudan Hidayat Hudan Nur Ibnu Wahyudi Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilenk Rembulan Imam S Arizal Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santoso Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indrian Koto Isbedy Stiawan ZS Iwan Gunadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Johan Khoirul Zaman Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Saputro Jufri Zaituna Jusuf AN Kadek Wara Urwasi Kadjie Bitheng MM Kartika Kusworatri Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Kirdjomuljo Kurnia Effendi Kurniawan Junaedhie Kurniawan Yunianto Kusprihyanto Namma Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lailatul Muniroh Landung Rusyanto Simatupang Lela Siti Nurlaila Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Linus Suryadi AG Liza Wahyuninto Lubis Grafura Lutfi Mardiansyah M. Badrus Alwi M. Faizi Maghfur Munif Maghie Oktavia Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marwanto Mas Marco Kartodikromo Mashuri Mathori A. Elwa Matroni el-Moezany Maya Mustika K. Mega Vristian Miftahul Abrori Mohammad Yamin Muhammad Ali Fakih Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muntamah Cendani Mustiar AR Mustofa W Hasyim Mutia Sukma Nadjib Kartapati Z Nanang Suryadi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Noor Sam Nunung S. Sutrisno Nur Iswantara Nur Lodzi Hady Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Pariyo Adi Pringadi AS Pringgo HR Puisi-Puisi Indonesia Purwadmadi Admadipurwa Puspita Rose Putri Sarinande R. Toto Sugiharto Rachmat Djoko Pradopo Raedu Basha Ragil Suwarno Pragolapati Rakai Lukman Rama Prabu Ramadhan KH Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Ribut Wijoto Rikard Diku Robin Al Kautsar Rozi Kembara Rudi Hartono Rusydi Zamzami S Yoga Sahaya Santayana Saiful Bakri Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Selendang Sulaiman Seli Desmiarti Sigit Sugito Sihar Ramses Simatupang Siska Afriani Sitok Srengenge Sitor Situmorang Slamet Rahardjo Rais Slamet Widodo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Harjanto Sahid Sri Jayantini Sri Setya Rahayu Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunardi KS Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutirman Eka Ardhana Syifa Aulia Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Ranusastra Asmara Teguh Triaton Tengsoe Tjahjono Tharie Rietha Thowaf Zuharon Timur Sinar Suprabana Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Ulfatin Ch Umbu landu Paranggi Unieq Awien Usman Arrumy W. Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyu Subuh Warih Wisatsana Wayan Sunarta Weni Suryandari Widi Astuti Wiji Thukul Winarni R. Y. Wibowo Yonathan Rahardjo Yosi M Giri Yudhi Herwibowo Yudhiono Aprianto Yurnaldi Yusri Fajar Yusuf Suharto Yuswan Taufiq Yuswinardi Zaenal Faudin Zainal Arifin Thoha Zamroni Allief Billah Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae